semakin anda mengeluh, semakin berat yang anda rasakan

Sabtu, 18 Desember 2010

Dila (part I)

Dila, adalah sosok wanita yang di sukai banyak pria. Pintar, supel, ramah, rajin ibadah, baik, manis, dan masih banyak hal-hal baik dalam dirinya. Wajar saja bila banyak pria yang menyukai dan mengaguminya. Ia sosok wanita yang menurutku bagaikan mawar di tepi jurang, indah di lihat namun sulit untuk di dapat. Ya, memang seharusnya begitu wanita menurutku, dapat di lihat namun tak mudah untuk di sentuh. Aku pun sebagai wanita dan teman dekatnya kagum dengan dia, wanita yang patut jadi pujaan setiap pria. Entah sudah berapa pria yang menyatakan perasaan padanya dan entah berapa kali ia pun menolak mereka. Dia memang wanita yang di didik dengan didikan yang religius, di sekolahkan di sekolah dengan basic agama.

Ayahnya yang aku tahu seorang yang tegas juga keras, yang aku rasa sifat ayahnya itu mengalir deras dalam diri Dila. Dila yang aku kenal adalah wanita yang keras dan tegas, ia selalu tegas dalam mengambil sikap dan sifat kerasnya itu yang kadang membuatku kagum dan juga kesal, kagum saat ia bersikeras dengan tujuan yang ingin ia capai, orang yang pantang menyerah, dan kesal jika keegoisan dia muncul. Ibunya yang aku kenal ramah, pendiam, juga menurutku ada dalam sifat Dila. Ia sangat ramah ya walaupun saat orang pertama kali melihatnya menganggap dia adalah orang yang tak bersahabat, tapi jauh dari itu ia adalah orang yang ramah dan easy going. Ia sebenarnya orang yang pendiam dan selalu menutupi masalah yang sedang di hadapinya, memang ini hal yang tidak aku suka dari dia. Dia tidak terbuka dengan aku, sebagai teman dekatnya. Dila dominan diam tapi saat ia nyaman dengan lingkungannya ia begitu vocal, kata-kata yang ia ucapkan selalu mengandung nasihat-nasihat yang amat di butuhkan olehku dan teman-temanku. Mungkin karena basicnya agama, ia mengerti tentang agama lebih jauh dari aku dan selalu mengarahkan aku dan teman-temanku pada jalan yang benar. Begitu sayangnya ia pada teman-temannya sehingga tak mau jika salah satu temannya melangkah di jalan yang salah, jika ada yang salah ia yang paling vocal mengingatkan. Tak henti-hentinya ia mengingatkan dan tak bosan mengingatkan aku dan yang lainnya walau tak jarang kami hanya mendengarkan nasihatnya dari kuping kanan lalu keluar di kuping kiri.

Dia selalu menutupi masalah yang sedang di hadapinya. Ia merasa bahwa masalah yang ia hadapi bisa ia selesaikan sendiri, orang yang mandiri memang, tapi ini juga aku tak suka darinya. Aku pikir manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sudah sepatutnya ia menceritakan apa yang menjadi beban dia pada aku atau yang menurutnya dia nyaman untuk menceritakan masalahnya. Aku pernah mengatakan hal itu padanya namun jawaban ia adalah “La, selama aku mampu untuk menyelesaikannya sendiri, buat apa aku minta bantuan orang lain? Aku pengen memaksimalkan apa yang aku punya, dengan begitu aku tidak akan bergantung pada orang lain. Aku tidak ingin menjadi manusia yang lemah dan selalu bergantung pada orang lain, malah aku tuh berharap banyak membantu orang yang butuh ama bantuan aku. Ya jadi pendengar, penasehat, atau lebih dari itu, semampuku. Bukan karena aku menyepelekan peran seseorang atau kekuatan seseorang tapi aku hanya ingin memaksimalkn diriku. Lagipula aku rasa ada hal yang memang harus aku ceritakan pada orang lain dan ada hal yang tidak harus aku ceritakan. Memang aku dominan tertutup tapi ada kan hal yang aku share sama kamu dan teman-teman lainnya?”ujarnya padaku panjang lebar.

Aku kalah deh kalau ngomong sama makhluk satu itu. ada aja jawabannya. Tapi walau bagaimana pun juga dia sosok yang sempurna menurutku, sosok yang selalu ingin ku tiru dan aku pun mengaguminya. Sekesal-kesalnya aku padanya tapi saat aku tak bertemu dia dalam beberapa waktu, aku pasti merasa kehilangan sosoknya yang membuat aku nyaman dan selalu ceria berwarna suasana hati dan hariku karena kehadirannya. Dia orang yang humoris juga, banyak lelucon yang ia buat dan membuat aku dkk ngakak tiada hentinya. Sampai-sampai mulutku kram gara-gara denger lelucon dia. Ada saja lelucon baru yang entah darimana ia dapatkan. Itu yang membuat aku makin suka dengan sosoknya, dengan sosoknya Lho bukan dengan orangnya. Tar di kira lesbi lagi, aku normal. 

Saat ini ia sedang sibuk dengan kegiatan keagamaannya, ia sibuk berdakwah sana sini. Menyebarkan ilmunya di tiap penjuru kota. Di sela-sela waktu kuliahnya yang padat ia masih sempat berdakwah dan membuat forum  untuk kegiatan sosial. Wonderful ini manusia, tidak mengenal lelah rupanya. Memang ia yang aku tahu orang yang senang sekali berbagi dalam berbagai hal, apalagi ilmu terutama ilmu agama. ia juga senang sekali bersosialisasi, ia mempunyai banyak teman di kampus maupun di luar kampus. Bergaul dengan Dila tak hanya membuat aku tahu yang belum aku tahu sebelumnya tapi juga membuatku mengenal banyak orang, ya teman-teman Dila. Semakin banyak saja ilmu yang aku dapat, mengingat teman-temannya pun orang yang penuh semangat dan gairah, kebanyakan mereka adalah pengusaha muda. 

Di tengah-tengah kesibukannya itu ia masih meluangkan waktu untuk berkumpul dengan teman-teman SMAnya, dengan kami –teman kuliahnya-, dengan teman-teman di kampungnya, amazing. Manusia yang rendah hati, seberapa pun besarnya ia di mata manusia, ia tetap merendahkan hatinya pada orang-orang di sekitarnya dan pada Tuhannya. Ia tidak pernah merasa lebih dari siapapun, malah dia heran jika ada orang yang menyukainya, karena dia merasa dia tidak mempunyai apa-apa. Sempurna, ucapku dalam hati. Ini dia orang yang seperti padi, makin berisi makin merunduk.

Sebagai teman dekatnya aku selalu up to date dengan kabar-kabar terbaru Dila, apalagi masalah para pria yang suka padanya. Itu aku hapal namanya satu-satu. Ada beberapa orang yang suka dengan Dila, bahkan secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya di depan Dila. Sudah gila kali tuh orang, suka ama cewek ga liat-liat dulu. Udah tau Dila banyak fansnya, masih aja nekat. Apa aku bilang, walhasil percuma deh. Di tolak juga kan ama Dila. Dila, wanita yang berkomitmen untuk tidak pacaran. aneh, di zaman modern seperti ini masih ada orang yang berkomitmen untuk tidak pacaran padahal arus globalisasi -termasuk ke dalamnya yaitu pacaran- tidak  bisa tertahan. Sekuat apa tembok yang Dila bangun untuk sebuah komitmen yang menurutku mustahil itu? mana mungkin ia bisa menahan gejolak kawula muda, masa dimana orang ingin merasakan indahnya di cintai dan mencintai. 

Dila, walaupun di sukai banyak pria tapi ia tak tinggi hati. Ia tetap rendah hati, tetap tersenyum dengan para pria yang menyukainya ya meski tak sedikit dari mereka malah berbalik benci karena di tolak oleh Dila. Tapi Dila tak pernah ambil pusing, dia tidak peduli jika ada yang benci dirinya hanya karena di tolak cintanya. Justru ia bersyukur, aneh memang itu orang. Di benci orang qo malah bersyukur. “iya, aku harus bersyukur dong karena dengan begitu terlihat mana yang benar-benar mencintai aku mana yang Cuma pengen milikin aku. Aku ga mau lah kalo di cintai hanya untuk di miliki, aku ingin di cintai karena memang dia mencintaiku tulus, tanpa memilikiku pun tak apa asal ia bisa mencintaiku sepenuh hati dengan keikhlasannya.”begitu alasannya. Makhluk ini memang ada saja pemikirannya. Tapi apa yang di katakannya memang benar menurutku, entah mengapa apa yang menjadi pemikiran dia itu bisa aku terima dan selama ini aku tak pernah terpikirkan sampai sejauh pemikiran Dila, padahal pemikirannya itu sederhana. Atau mungkin diriku yang tidak pernah mau berpikir ya?

Suatu hari, Dila dan aku mengikuti kajian yang biasa kami ikuti dalam organisasinya di kampus. Waktu itu kebetulan pemateri di undang dari alumni, seorang pria bernama Muhammad Yusuf Zulkarnaen. Ia adalah alumni dari jurusan Manajemen angkatan 2003. Ka Yusuf, begitu ia biasa di panggil, adalah mahasiswa yang kala itu  aktif di organisasi baik itu organisasi jurusan, fakultas, atau universitas. ia di kenal religius. Tampan, tinggi, putih, rapi, wangi, bersih, sopan, itu nilai pertama saat aku melihat Ka Yusuf. Aku kagum melihatnya, apalagi saat ia mulai materi kajian. Saat ia berbicara, terpancar sekali auranya. Pasti wanita yang melihat ka Yusuf terkagum-kagum. Beruntung sekali orang yang  bisa jadi pacarnya, pikirku. Pandanganku fokus kepada ka Yusuf, sedang fokus-fokusnya aku tak sengaja menengok ke kanan dan aku melihat Dila memandang Ka Yusuf dengan khusyu’nya. Tak biasanya ia seperti itu melihat pria.

Aku yang awalnya memandang pemandangan yang indah di depanku, kini tidak lagi karena ada pemandangan yang menurutku lebih penting dari itu. ya, Dila yang begitu tajam pandangannya pada makhluk tampan itu. ya walaupun Dila bukan pemandangan yang indah buatku, tapi ini penting karena di luar kebiasaan. Ia tak pernah sebegitu seriusnya menatap pria. Selesai kajian, aku langsung menghampiri Dila dan bertanya, “Dila, aku perhatiin dari awal kajian di mulai sampai kajian selesai tatapan kamu tidak lepas dari ka Yusuf, tumben, ada apa nih? Hayoo?”. Wajah Dila langsung merah,”hah, ga qo. Siapa juga yang ngeliatin ka Yusuf mulu? Mungkin pas kamu liat aku, itu lagi pas aku lait ka Yusuf kali,”sanggahnya dengan cepat sekaligus agak gugup. “aku kan dari awal kajian sampai tadi selesai merhatiin kamu terus Dil, tatapan kamu ga lepas-lepas tuh dari Ka Yusuf. Hayoo hayoo ngaku aja lah ama aku mah, ada apa nih?”tanya ku penuh selidik. “ah, udah ah jangan ngegossip terus. Dosa.”pungkirnya. “hhm, awas yak kalo ketauan ada apa-apa,”ancamku dengan nada bercanda.

Kebetulan saat aku sedang berbincang dan menggoda Dila, Ka Yusuf lewat di depan kami dan menghampiri kami berdua. Wah, rasanya jantung ini berdegup kencang. Lebih kencang dari motornya Valentino Rossi, *lebay. Aku langsung menatap Dila, pipi Dila berwarna –merah- seperti tomat yang masak. “assalamu’alaikum,”ucap Ka Yusuf sembari senyum dan lesung pipinya yang mengembang membuatnya makin terlihat tampan dan mempesona. Kami berdua agak lama menjawab, saking aku terpesona, kalau Dila ga tau deh kenapa jawabnya lama, aku rasa ga beda jauh. “eh, wa’alaikum salam ka,”jawab kami agak gugup. “gimana tadi kajiannya, ada kurang atau gimana menurut kalian?”tanya Ka Yusuf pada kami. “oh tadi kajiannya cukup menarik sih ka, berbicara masalah Indonesia yang ga ada ujungnya di timpa bencana. Di tambah para pemimpin yang seolah acuh tak acuh dengan keadaan rakyatnya yang terus di ‘sedot’ keringatnya untuk memfasilitasi mereka,”jawab Dila. “iya ka, aku setuju sama Dila. Apa yang salah ya ka dengan Indonesia?”tanyaku pada Ka Yusuf. “oh, kamu Dila,”tanya ka Yusuf yang tak langsung menjawab pertanyaanku. “iya ka,”jawab Dila mengiyakan. “gimana ka jawabannya?”tanyaku lagi sekedar mengingatkan. “oh iya, lupa saya belum jawab pertanyaan kamu ya. Mungkin alam marah karena tidak di pelihara dengan baik oleh masyarakat, alam mulai bosan dengan kelakuan para penghuninya. Mungkin juga karena kita kurang atau bahkan sama sekali tidak bersyukur. Salah satu tanda orang bersyukur dengan alam yang di titipkan oleh Tuhan adalah merawat alam itu, jangan sampai rusak. Alam pun marah jika tak kita pelihara. Dia telah memberikan begitu banyak sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, tapi manusia dengan sifat serakahnya dan tidak puasnya itu malah mengeksploitasi tanpa memelihara dan tanpa mengganti apa yang dia ambil dari alam,”jawab si tampan itu.  

Aku terpesona mendengar jawaban dari Kakak yang tampan itu. wah, pintarnya orang ini. Aku semakin suka dengan dia. Aku tatap Dila, sepertinya ia pun terpesona dengan kata-kata yang di ucapkan Ka Yusuf. “oh gitu yak ka, aku juga ngerasanya sih begitu. Tapi ga kepikiran segitu jauhnya ka,”ujar Dila. “hhm Dila, ngejawab juga,”godaku. “apa sih La, ngegoda mulu deh dari tadi,”kata si Dila. “Lho qo kalian jadi maen goda-godaan gitu sih? Ada apa nih?”timpal ka Yusuf. “ini ka, Dila lagi ke semsem sama cowok”,jawabku dengan cepat. “ih Nazla apa-apaan deh, gossip mulu nih,”ujar Dila. “oh kamu Nazla namanya, daritadi saya mau tanya ga kebagian ngomong sama kalian, hehe”,timpal Ka Yusuf di sela-sela aku menggoda Dila. “oh ka Yusuf daritadi mau ngomong toh, bilang dong ka. Yasudah saya beri kesempatan ngomong sama Dila deh, saya pengertian kan ka,”godaku. Wajah Dila mulai terlihat tak tersahabat, sepertinya campuran dari kesal dan malu.

Tak lama kami berbincang, aku melihat ada ketertarikan antara Dila dengan Ka Yusuf. Aku mencium aroma jatuh hati dari mereka, apa mungkin Dila mulai tertarik dan membuka hati untuk pria? mungkin saja, pikirku. Imposible is nothing, bukan? Dila juga manusia, wanita, yang memiliki rasa cinta dan menyukai lawan jenis. Itu sudah kodrat yang di berikan Tuhan kepada manusia, di antaranya Dila. Hanya saja kita harus adil menempatkan kodrat itu di tempat yang sesuai, jangan seperti zaman sekarang yang melakukan hal yang di larang atas nama cinta. padahal cinta itu suci tapi manusia yang mengotorinya dan selalu menyalahkan cinta atas apa yang mereka lakukan yang sebenarnya atas dasar nafsu. 

Untuk memancing Dila, aku meminta nomor hp ka Yusuf. “ka, boleh aku minta nomor hp kakak. Ya mungkin aja suatu saat aku ngundang kakak untuk jadi narasumber di acara lain atau aku bisa sharing ama kakak gitu”, pintaku dengan alasan yang cukup masuk akal. “tentu saja boleh, Nazla. Nih kamu catat yak 085712338875”,ucap ka Yusuf dengan senyum dan lesung pipi yang menghiasi senyumnya. “makasih yak kak”,ucapku sumringah. “wah kak, Nazla mah jangan di kasih nomor hp kakak nanti sms mulu tiap malem”,kata Dila nyeleneh. “boong itu ka. Dila itu cemburu soalnya aku yang di kasih nomor hp kakak bukan Dila”,imbasku. “apa sih Nazla? Mulai deh nih godain aku lagi?”ujar Dila dengan nada kesal dan wajah yang di tekuk. “eh, maen goda-godaan lagi nih? Udah udah, nanti kamu minta nomor kakak ke Nazla aja yak Dil? Coba mana nomor kalian berdua biar sekalian kakak save?”pinta ka Yusuf sembari menengahi kami berdua. “aku miss call aja yak ka biar gampang,”ujar Nazla. “ok, udah masuk,”kata Ka Yusuf. “nih Dil, nomor ka Yusuf, nanti ga aku kasih cemberut lagi. Hhe. Di save tuh jangan lupa,”goda ku lagi, seperti tak ada puasnya. “yaelah ini orang masih ngegoda juga yak,”dengan nada kesal Dila menjawab. “aku misscall yak kak, udah masuk kan?”tanya Dila pada Ka Yusuf. “ok, sip. Kakak ada acara lain nih. Kakak pamit dulu yak, lain waktu kita ketemu lagi, ngobrol lagi lebih lama. Assalamu’alaikum,”ucap ka Yusuf sambil melangkahkan kakinya. “iya ka, wa’alaikum salam,”jawab kami serempak.

Dila terlihat sumringah, wajahnya berseri-seri. Wah, sepertinya perkiraanku benar nih ada apa-apa dengan Dila, ucapku dalam hati. Aku akan cari tahu nih kebenaran dan kepastiannya, memang ada sesuatu aku rasa di antara mereka. Sepertinya memang mereka saling tertarik satu sama lain, saatnya jadi detektif, pikirku sambil nyengir sendiri. “kamu kenapa La, senyum sendiri kaya orang gila deh? Apa emang gila?”tanya Dila mengagetkanku. “eh apa kamu bilang? Enak aja. Emang kamu mau punya temen gila? Sembarangan,”jawabku sewot. “ya kalau kamu mau ga apa-apa lah La, aku mah ga keberatan. Kamu ini kan yang gila? Hahaha,”jawabnya puas sambil menertawaiku. Kena lagi deh di ketawain dia, baru tadi aku menang ngegodain dia ampe dia ga berkutik, eh udah di serang lagi aja. Dasar Dila !

Beberapa hari setelah kajian bersama ka Yusuf, aku perhatikan Dila suka senyum-senyum sendiri. Sepertinya ada yang lagi jatuh cinta nih, pikirku. Aku goda dia ah. “hayo, senyum-senyum sendiri. Gila yak? Tapi dari dulu sih kamu mah gilanya. Seneng banget kayaknya, abis menang togel atau di lamar ka Yusuf nih?”godaku dengan penuh selidik. “ih, ini orang dari kemaren ka Yusuf mulu yang di omongin. Ga ada cowok lagi apa? Siapa qe gitu, irfan bachdim qe yang lagi naek daun,”jawab Dila. “emang situ mau ama irfan bachdim yang ada tattonya?”timpalku. “ya ga sih, ya seenggaknya jangan ka Yusuf mulu napa. Seneng banget cengin aku ama ka Yusuf, kalau kamu suka bilang aja La,”ujar Dila. “aku emang suka ama ka Yusuf tapi ya hanya sekedar kagum, lagipula aku nyadar diri kali. Kan aku udah punya Zehan, yang belum punya kan kamu Dil, ka Yusuf buat kamu aja. Aku ikhlas qo,”jawabku pada Dila. Dila terdiam sejenak. “eh malah bengong lagi, hayo bener kan kamu suka ama ka Yusuf?”selidikku. “apa sih La, ngaco aja deh kamu. Kalau suka kenapa, kalau ga kenapa?”timpalnya agak sewot. “Loh qo ngaco sih Dil? Wajar kali kalau kamu suka ama ka Yusuf, normal. Aku aja nih ya yang punya pacar suka ama dia malah kalau dia nembak aku, aku mau tuh jadi ceweknya, apalagi jadi istrinya, ga bakal nolak deh. Namanya cewek wajar lah kalau punya perasaan lebih ke cowok, normal itu Dil. Kamu ga usah deh nutup-nutupin gitu”,aku coba menjelaskan. “iya La, aku tau itu. tapi kan kita ga boleh ngumbar perasaan kemana-mana. Aku juga tau kalau ka Yusuf itu sosok pria yang banyak di sukai banyak orang, jadi kalau aku suka ama dia pasti banyak lah pesaingnya,”jawab Dila. “jadi bener nih kamu suka ama ka Yusuf?”tanyaku untuk meyakinkan hatiku. 

Lama Dila terdiam dengan jawaban yang menggantung. Mungkin ia ragu untuk mengucapkannya, mengingat ia tidak ingin pacaran dan saat ini ia sedang di landa virus jambu merah. Jika ia berkata ia suka, mungkin ia pikir apa kata orang nanti. Pasti orang mencap dia sebagai orang yang tidak konsisten. “Dil, bilang aja kalau emang kamu ada rasa ama ka Yusuf. Ga ada salahnya qo, justru harus di ungkapin biar plong gitu. Kan wajar aja kamu suka, Lah wong ka yusuf cowok bukan cewek. Bilang sukanya ga usah ke ka yusuf, ke aku aja nih temanmu biar hati kamu lega dan biar ada yang tau perasaan kamu gimana. Kalau kamu pendam terus nanti malah ngeganggu pikiran kamu. Lagipula itu ga akan merubah persepsi aku tentang kamu dan komitmen kamu untuk pacaran qo Dil. Aku percaya ama kamu kalau kamu bisa konsisten dengan komitmen itu, dan aku walaupun ga sejalan ama kamu, aku selalu dukung kamu qo dalam keadaan apapun itu. kamu butuh aku, tinggal bilang. Ga usah sungkan ama aku, kita temenan bukan sebulan dua bulan tapi udah bertahun-tahun”, bujukku padanya.

Entah apa yang ada di pikiran Dila, ia masih enggan untuk bercerita padaku tentang perasaannya itu. mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya pada Dila. Mungkin ia butuh waktu yang lebih lama untuk meyakinkan hatinya tentang perasaannya itu. aku mengerti keadaan dia yang sulit. Di satu sisi, aku yakin, dia memiliki perasaan terhadap ka Yusuf walaupun itu sedikit. Di sisi lain, ia tidak ingin mengkhianati komitmennya itu. padahal menurutku, apa yang ia rasakan itu bukan sesuatu yang salah dan itu normal untuk remaja seumuran dia. Dan bukan berarti dengan memiliki perasaan pada lawan jenis ia berkhianat kepada dirinya sendiri. Yang penting ia tetap memegang komitmennya itu. memang aku tak begitu merasakan bagaimana posisi ia sekarang karena aku tak pernah merasakan hal seperti itu. tapi setidaknya ia jangan menyiksa perasaannya sendiri dengan menutup-nutupi perasaannya itu. 

Berhari-hari aku melihat Dila yang beberapa hari lalu aku temukan selalu tersenyum sejak kajian dengan ka Yusuf, kini aku melihat Dila yang tak biasanya. Ia terlihat murung, jarang tersenyum, bicara hanya seperlunya, tak aku lihat Dila yang biasanya yang selalu membuat suasana hidup. Dila yang selalu membuat aku tertawa walau saat itu aku sedang sedih. Sekarang ia sedang sedih apa yang harus aku lakukan agar Dila yang kemarin aku kenal kembali lagi? Aku ada ide, aku coba menghubungi ka Yusuf dan meminta dia untuk datang ke kampus hari itu juga. Setelah beberapa kali sms dan tak di balas juga, akhirnya aku putuskan untuk menelpon dia. Tak apalah pulsa habis yang penting Dila ga cemberut terus, berkorban sedikit buat temen. Akhirnya setelah hampir setengah jam aku coba menghubungi ka Yusuf, ada jawaban juga. “assalamu’alaikum,”jawab Ka Yusuf di seberang telpon sana. “wa’alaikum salam, ka ini Nazla, masih inget kan?”... “iya, kakak inget. Ada apa ya Nazla? Maaf nih baru di angkat, tadi kakak lagi isi materi di kajian masjid,”.. “oh iya kak ga apa-apa, aku yang harusnya minta maaf ganggu kakak di sela-sela kesibukan kakak. Ini ka, aku mau minta tolong, boleh ga?”pintaku. “boleh, kalau kakak mampu pasti kakak bantu. Apa yang bisa kakak bantu?”tanya Ka Yusuf. “gini ka, belakangan ini Dila aku perhatiin murung. Mungkin kakak bisa bantu aku untuk mengembalikan Dila seperti yang dulu aku kenal. Aku ga enak dan sedih liat dia murung gitu, padahal ia anak yang ceria,”jelasku pada Ka Yusuf. “bagaimana caranya biar Dila senyum lagi dan kenapa harus kakak?”tanya Ka Yusuf sedikit keheranan. “ya aku yakin aja kakak bisa sembuhin dia dari kemurungannya itu. kasih motivasi atau apa gitu ka. Whatever lah yang kakak punya. Aku yakin jika kakak yang ngasih motivasi dia akan cepat kembali ke alam nyata, ayo dong ka bantu,”pintaku dengan manja dan sedikit memelas. “ya sudah kakak coba, besok siang kakak ke kampus jam 11.00,”jawab ka Yusuf mengiyakan. “asik, alhamdulillah. Makasih yak ka, aku tunggu lho besok di kampus jangan ampe ga dateng. Kita ketemu di Cafe kampus aja yak?”jawabku girang. “iya, sama-sama. Ok deh di cafe kampus,”ujar ka Yusuf. “assalamu’alaikum ka, dan terimakasih sekali lagi,”dengan wajah sumringahku. “wa’alaikum salam,”jawab ka Yusuf. Telpon di tutup. Yes, berhasil.

Keesokan harinya, aku mengajak Dila makan di cafe kampus. Dengan tujuan yang tak di ketahui Dila, bertemu ka Yusuf. Untungnya Dila mau aku ajak, rencana sejauh ini lancar, good job. Hanya butuh waktu 5 menit untuk sampai di cafe. Kami duduk dan memesan makanan. Di sela-sela obrolan aku dengan Dila, tanpa sepengetahuan Dila aku sms ka Yusuf menanyakan dia jadi atau tidak datang ke kampus. Dan ternyata jadi, dia sudah sampai kampus. Rencana berjalan lancar. Aku sms ke ka Yusuf bahwa nanti settingannya kita tak sengaja bertemu dan Ka Yusuf memang sedang ada urusan datang ke kampus. Ka Yusuf menyetujuinya. Tak lama, sekitar 15 menit ka Yusuf datang dan menghampiri kami berdua. “assalamu’alaikum, boleh saya gabung?”sapa ka Yusuf. Dila sedikit terkejut mendengar suara yang ia kenal, dia mencari sumber suara itu dan ternyata ka Yusuf. “wa’alaikum salam, eh ka Yusuf. Boleh-boleh ka, silakan duduk,”jawabku dengan sigap. Dila masih terlihat terkejut, seakan tak percaya bahwa yang datang adalah ka Yusuf. Ka Yusuf duduk tepat di depan Dila. “dila, kamu kenapa? Qo kayak kaget gitu?”tanya ka Yusuf. Ia masih diam, tak bergeming. “eh Dil, di tanya tuh ama ka Yusuf. Malah diem aja. Kesurupan apa?”kataku pada Dila. “eh iya, maaf ya. Lagi ga konsen tadi, maaf maaf. Tadi kenapa ka, bisa di ulang?”tanya Dila pada Ka Yusuf. “iya tadi saya tanya, kamu kenapa. Qo saya datang kamu diem aja? Ada yang salah ama saya? Atau kamu ga suka saya gabung sama kalian?”tanyanya. “hhm, ga qo ka. Tadi lagi mikirin sesuatu aja, udah gitu ga konsen. Eh ka Yusuf dateng, kaget aja gitu. Qo bisa ada ka Yusuf di sini,”jawab Dila ngeles. “ah Dila, ngeles aja nih. Padahal mah emang aja terkesima dengan kedatangan sesosok makhluk yang di nanti-nanti, hha..”godaku pada Dila. “yee, kebiasaan nih. Mulai deh ngegoda aku,”ujarnya sembari nyubit aku. “aduh, sakit tau,”erangku sedikit kesakitan. “makanya jangan suka ngegoda. Emang mau kalau aku goda?”tanya balik Dila padaku. “mau dooong,”godaku lagi. “wah kalian emang ya suka banget goda-godaan, saya pengen juga dong di goda, hehe..”timpal Ka Yusuf dengan nada becanda. “ihh ka Yusuf, aku ga nyangka deh,”ujarku dan Dila.
“oh iya ka, qo kakak bisa ada di sini?”tanya Dila dengan wajah yang mulai berseri. “iya, saya tadi ada acara di kampus terus laper, ke sini deh. Eh di sini liat kalian, saya samperin dan gabung deh. Kebetulan banget yak,”jawabnya. “iya ya ka, kebetulan banget. Jodoh kali yak ka?”timpalku nyindir Dila. “jodoh ama siapa nih maksud Nazla?”tanya ka Yusuf. “ya ama Dila lah ka, masa ama aku,”godaku lagi. Dila langsung menatap mataku seolah mengancam. “oh iya ka, udah pesen makanan belum? Kita berdua udah, lagi nunggu makanan dateng,”tanya Dila mengalihkan pembicaraan. “oh iya belum, saya pesen dulu yak,”... “iya ka,”jawab Dila. Dila terlihat senang dengan kedatangan ka Yusuf. Sepertinya memang ini obat yang mujarab untuk Dila setelah beberapa hari belakangan ini Dila tampak murung. Semoga ia tak murung lagi Tuhan. Harapku.

Kami bertiga cukup lama berbincang-bincang. Sambil sesekali bercanda ria. Kami mulai larut dalam perbincangan yang tidak terlalu serius namun berbobot itu. aku perhatikan tatapan mata Dila dan Ka Yusuf. Tatapan yang berbeda, pikirku. Ada kekaguman yang terpancar dari tatapan Dila. Aku tak pernah melihat tatapan Dila seperti itu ke pria lain. Tak seperti biasanya ia begitu seriusnya menatap pria. jika ia tertangkap basah serius memperhatikan Ka Yusuf, tatapannya langsung di alihkan ke yang lain. Untuk menutupi sepertinya. Tapi tetap saja semua itu tak bisa di tutupi, Dila. Aku ini teman mu sejak lama, aku tahu kamu. Dengan ka Yusuf, demikian juga. Ada pancaran ketertarikan dari matanya saat memandang Dila. Ka Yusuf lebih banyak menatap Dila daripada aku. Wah, udah kayak kambing pintar nih. Masa yang di liatin Dila mulu sih, pikirku agak kesal. Ga apa-apa lah demi teman, pengertian dan berkorban sedikit.

Setelah pertemuan itu, Dila yang kemarin aku lihat murung terus sekarang kembali ceria lagi. Ah, akhirnya misi ku berhasil. Aku sms ka Yusuf sesegera mungkin untuk mengucapkan terima kasihku. Kata ka Yusuf lewat sms “kembali kasih, saya juga senang bisa membantu kamu dan membuat Dila senyum lagi. Lain waktu kita bertemu lagi ya?”.. “iya kak, pasti itu. jangan bosen ya ka ketemu aku dan Dila,”balasku. “pasti :),”jawabnya singkat. 

“seneng banget Dil kayaknya, beda dari kemaren-kemaren yang di tekuk terus tuh muka ampe ga keliatan,”tanyaku. “ah masa sih? Aku kan emang kayak gini La. Itu Cuma perasaan kamu aja kali. Kapan aku cemberut sih?”jawabnya ngeles. “ya ampun Dil, masih aja yak kamu ngeles. Aku tuh selalu merhatiin kamu kali. Aku tau mana kamu yang lagi seneng, mana yang ga. Jangan boongin aku deh apalagi diri kamu sendiri. Lagipula kenapa sih kamu selalu nutup-nutupin? Toh dengan kamu menutupi juga aku tau qo Dil,”ujarku pada Dila. “emang kamu tau apa La? Im fine, baby. Don’t worry ,”ucapnya berusaha meyakinkanku. “ayolah Dil, masa iya aku yang harus bilang sih? Cerita dong biar aku yakin kalo kamu emang lagi ada something ama ka Yusuf,” *uups kebablasan nih, aduuuuh. Wajah Dila memerah, seakan malu dengan ucapanku itu. aku rasa ia tak bisa lagi menghindar. Ia terdiam, suasana hening.

“dil, jawab dong. Apa aku salah? Atau apa? Aduuh, jangan diem aja kayak gini dong, aku jadi bingung tau. Aku jadi serba salah. Aku ga maksa kamu sih, tapi ya seenggaknya gitu kamu bilang ama aku. Ga ada salahnya kan? Siapa tau dengan kamu bilang akan lebih membuat kamu lega. Perasaan semakin di simpan semakin nyesek Dil. Tell me, please...”pintaku. Dila menghela nafas, seperti ingin mengeluarkan sesuatu kata dari mulutnya. “La,”ucapnya pelan. “aku..aku..aku,”ucapnya terbata-bata, seolah ragu untuk mengucapkan. Aku semakin penasaran dengan apa yang akan ia katakan. Aku tidak ingin memaksanya kali ini, aku tidak ingin terus mendesaknya dengan keingintahuanku. Aku biarkan ia mempersiapkan apa yang ingin ia katakan padaku. Aku berharap kali ini ia jujur, setidaknya jujur pada dirinya sendiri. Katakan Dil, jujurlah pada dirimu sendiri dengan ketulusan hatimu bukan karena keingintahuanku atau desakan dariku, kataku dalam hati.

Aku setia menunggu Dila untuk mengeluarkan sepatah dua patah kata. Aku terus berharap dalam penantian itu. Tuhan, yakinkan Dila untuk mengatakannya. Semoga dengan ia mengatakan apa yang mengganjal di hatinya selama ini akan membuat ia lebih tenang. Dila memejamkan mata sejenak, mungkin ia memikirkan terlebih dahulu jika ia mengatakan apa yang ia katakan itu. ia memang orang yang selalu berpikir matang, sampai hal terkecil. Ia selalu membayangkan apa yang terjadi nanti jika ia begini atau begitu. Penuh perhitungan namun sayang hal itu bisa membuatnya terkurung sendiri dalam kesulitan. Tapi aku percaya dan yakin Dila bisa mengatasi segala masalah dengan caranya yang unik.

“ok La, setelah cukup lama aku berpikir dan memikirkan segala sesuatunya yang mungkin terjadi, hal buruk atau baikkah itu sudah aku serahkan pada Tuhan dan aku hanya ingin mencoba jujur pada diriku dan aku tidak ingin terus terkurung dalam perasaan yang membuatku tak nyaman ini. Sebenarnya La, apa yang kamu katakan dan mungkin belakangan ini kamu melihatku aneh itu adalah benar. Setiap kamu menggoda aku itu adalah benar. Dan memang benar aku merasakan hal yang aneh dan berbeda dalam diriku setelah aku mengikuti kajian tempo hari dengan pemateri ka Yusuf. Jujur La, saat pertama aku melihat ka Yusuf hatiku tak karuan rasanya. Entah apa yang aku rasakan. Aku begitu kagum melihat sosoknya. Aku mulai gelisah saat malam hari karena terus teringat dan terbayang wajah dan kata-katanya. Aku seakan terhipnotis dengan pesonanya. La, apa ini yang namanya cinta? kalau memang iya, mengapa begitu menyakitkan. Orang bilang jatuh cinta itu indah, tapi mana? Aku malah kehilangan jiwaku yang biasanya kamu lihat. Dan setelah pertemuan yang tak di sengaja di cafe itu aku seolah merasakan kembali jiwaku yang dulu. Aku kembali bisa tersenyum, bercanda dengan kamu dan ka Yusuf. Apa memang ini gara-gara ka Yusuf La? Aku bingung sebenarnya La, apa yang harus aku lakukan? Aku takut dengan perasaan ini, aku takut mengkhianati komitmen aku La. Aku takut Tuhan menjauhiku karena aku membayangkan orang yang tak halal untukku.”jawab Dila panjang lebar. Tak biasanya ia seterbuka ini. Lega rasanya mendengar celotehan Dila.

 “Dil, aku tau dan ngerti apa yang kamu rasain. Wajar kalau kamu punya perasaan itu. kamu cewek, ka Yusuf cowok, wajar, itu normal. Seharusnya kamu bersyukur di beri nikmat yang makhluk lain tak mendapatkannya. Tuhan memberi kita akal dan perasaan. Yang salah adalah jika kamu menyalahgunakan apa yang telah Tuhan beri padamu. Tentu kamu lebih paham masalah itu. kamu tak usah pusing dengan masalah hati, hati memang sulit di tebak dan bisa membuat orang jadi tak karuan. Tuhan memberi kita alat kontrol, salah satu kegunaannya adalah untuk mengontrol perasaan kamu itu. cukuplah kamu, aku, dan Tuhan yang tahu perasaan kamu itu. masalah ka Yusuf tau apa ga biarkan Tuhan yang menyampaikan perasaan kamu dan biarkan cinta kamu terhadap ka Yusuf di satukan atas kehendak Tuhan,”jawabku bijak.

“iya La, kamu bener. Tumben sih bijak? Haha,”kata Dila mulai bercanda. “ah kamu Dil, kita lagi serius juga masih aja sempet-sempetnya bercanda”,jawabku sinis. “ya biar ga terlalu serius La. Take it easy bukan? Hhaha,”Dila tertawa dengan puasnya. “terimakasih Tuhan Kau kembalikan temanku yang dulu,”aku bersyukur pada Tuhan. “ah Nazla, aku jadi sedih nih. Terimakasih juga Tuhan Kau berikan makhluk yang nyebelin kayak Nazla,”ucapnya masih dengan candanya. “eh eh eh, ga ke balik tuh kan kamu Dil yang super duper nyebeliiiiiiiiin,”balasku tak mau kalah. kami hanyut dalam suasana dan tak di sadari kami berpelukan dan sedikit menitikkan airmata. Inilah persahabatan. Selalu melengkapi bukan untuk mencari kesempurnaan.

*insya Allah bersambung
oleh : imar
#persembahan untuk orang-orang di sekitarku yang amat berharga

Senin, 13 Desember 2010

sesal si peragu


Kehidupanku sekarang memang baru. Tapi aku merasa nyaman sekali dengan orang-orang baru di sekelilingku sekarang, persaudaraan di antara kami bisa di bilang sangat erat. Beda memang rasanya dari orang yang biasa berada di sekitarku, aku yakin ini kenyamanan yang Tuhan berikan padaku dan ini memang jalanNya yang harus aku lalui. Kenyamanan yang aku rasakan bukan berarti tak ada masalah yang menghadang, tak ada ujian yang di turunkan, dan hanya kesenangan belaka, tapi kenyamanan ini justru semakin membuat aku untuk terus berpacu untuk mencapai target-target yang belum semuanya aku capai. Target tersebut bukan untuk menyiksa aku, bukan untuk menggojlog aku, bukan untuk membebani aku, tapi untuk membentuk aku menjadi pribadi yang bekerja keras, selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang aku inginkan dan targetkan.

Seperti yang aku katakan tadi, target. Aku mempunyai beberapa target. Sekarang aku sedang bersabar untuk mendapatkan target itu. kini aku merasakan betapa sulitnya untuk mewujudkan targetku. Baru langkah awal sudah seperti ini, apalagi mereka yang sudah melangkah beribu-ribu, jauh dari aku. Subhanallah. Ujiannya memang sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang bersabar. Sabar bukan berarti kita berdiam diri, akan tetapi sabar adalah berusaha untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dan terus mencari jalan keluar dari masalah –apapun itu- yang sedang di hadapi. 

Sulit memang. Tapi aku tak menyerah, pantang menyerah. Aku harus terus melanjutkan misi yang tidak bisa aku hentikan ini. Ini jalanku, dan memang seharusnya begini. Sulit, bukan berarti tidak bisa. Sulit, berarti di butuhkan kerja ekstra keras, di butuhkan sabar yang ekstra, di butuhkan tenaga yang ekstra, di butuhkan disiplin ekstra, berani, dan ekstra-ekstra lainnya. Sulit, bukan kata yang menyeramkan bagiku. Justru di balik kesulitan itu akan selalu ada kemudahan yang Tuhan berikan padaku. Justru aku takut jika semua selalu mudah untuk aku tangani, karena aku takut menjadi orang yang menganggap segala sesuatu sepele, tidak mau bekerja keras, tidak menghargai perjuangan orang lain, dan tidak yang lainnya. 

Keteguhan hati, sangat di butuhkan. Jika sedikit saja hati kita lemah, sedikit saja hati kita goyah, sedikit saja mulai mengkhianati konsistensi, setan akan segera masuk ke dalam pikiran kita dan membisikkan sesuatu yang bathil dan akan membuat kita ragu, semakin ragu maka kita akan semakin jauh dengan Tuhan Yang Maha Suci. Tahukah kamu bahwa keraguan adalah hal yang di senangi setan? Dia membisikkan agar kita ragu dengan yang telah jelas haqnya. Bisikan itu berasal dari jin dan manusia. Bisikan yang memang mengajak pada hal yang bathil. Saat orang mulai dan telah terpengaruh oleh bisikan dari sebangsanya dan juga jin, maka orang itu akan banyak alasan untuk menangkis semua haq yang Tuhan jelaskan dalam kitabNya. 

Jika kita tak percaya dengan kitab Tuhan, berarti kita tidak mempercayai rukun iman. Apa iya orang yang seperti itu adalah orang yang taat pada Tuhannya? Orang yang selalu menangkis perkataan Tuhan dalam kitab suci dengan argumen, rasional, filosofi, pemikiran-pemikiran mereka? Jika memang beriman, yang kaffah dong. Rukun iman dan islam di jalankan, bukan hanya hapal di luar kepala. Ilmu yang kita miliki bukan untuk pajangan atau untuk ajang debat dan perang argumen tapi untuk kita amalkan. Bukankah memberi contoh itu lebih baik di banding hanya berkata-kata yang tidak jelas juntrungannya?

Buanglah keraguan kalian. Mintalah untuk di teguhkan hati kalian dalam jalanNya. Kita yang akan membangkitkan, membangun, mengembangkan, dan memelihara negeri, agama, suku, budaya, dan lain sebagainya. Jika belum melangkah saja kalian sudah ragu, bagaimana kita akan bangkit, membangun, mengembangkan, dan memelihara yang ada di sekitar kita? Hilangkan keraguan, mantapkan hati. Kita tidak akan tahu sebelum kita mencoba, kita tidak akan percaya jika kita tak terlibat langsung di dalamnya. Prasangka banyak orang bukan berarti itulah yang benar, dan ingat, Islam akan kembali dengan keadaan yang terasing. Wajar jika ada yang merasa asing, ya karena itulah ucapan Tuhan yang tertera dalam kitabNya. Aku kira tak pantas kita berbicara gula itu manis jika kita belum mencobanya. Mencoba bukan sesuatu yang haram, bukan sesuatu yang aneh. Segala sesuatu harus kita coba, jika tidak, prasangka-prasangka buruklah yang terus tumbuh dalam otak kita dan akan terus mengakar. Rasa sesal pun datang, dan semua telah terlambat. Aku sudah mengingatkan jangan ragu, lalu coba, rasakan terlebih dahulu sebelum menilai, tapi kalian tak menghiraukan ucapanku.

Kewajibanku hanyalah menyampaikan, kata Tuhan dalam kitabNya. Setelah itu, terserah kalian, terserah apa yang akan kalian lakukan dan perbuat. Tanggung jawabku sebatas menyampaikan saja, dan aku oun telah berusaha dan berjuang mati-matian untuk meyakinkan mu. Tapi apa sikapmu? Hanya prasangka yang tak pantas yang kau lemparkan padaku apalagi Tuhan dan kitab suciNya. Penyesalan tinggallah penyesalan. Maaf, kini aku tak bisa menolongmu. Saat di dunia aku ingin menolongmu tapi kau tak mau. Jangan salahkan aku jika pintu yang kita masuki berbeda. Waktu tak bisa di putar, menyesal pun tak ada guna. Aku tidak mengikuti prasangka orang banyak, aku tidak mengikuti suara yang terbanyak, aku tak mengikuti pemikiran yang terkenal, yang aku ikuti hanyalah Kitab dan Kitab yang berjalan, karena itulah satu-satunya yang dapat menyelamatkanku. Terbukti kini, aku selamat. Dan kamu? Semoga Tuhan meringankan untukmu. 


penulis
-imar-
#Muhammad adalah inspirasinya
#selalu mencintai N merindukan Tuhan dan orang tuanya
#disiplin, berani, pembela, jujur, hemat, bijaksana, mencintai, dan pantang menyerah, adalah sifatnya

Jumat, 03 Desember 2010

ia makhluk sempurna, menurutku


Aku adalah seorang mahasiswa jurusan pendidikan ekonomi di salah satu perguruan tinggi negeri di negeri ini. Aku cukup easy going dalam bergaul. Hanya jika dalam lingkungan yang baru, aku tidak begitu nyaman karena malas untuk bersosialisasi dan cukup memakan waktu untuk bersosialisasi dengan lingkunganku yang baru. Sama halnya saat aku baru masuk Universitas, banyak yang menilai aku adalah orang yang tidak ramah dan ga banget deh untuk di ajak gaul dan berteman seolah aku mempunyai dunia sendiri. Saat itu aku bisa di bilang si Kupu-kupu, Kuliah pulang kuliah pulang. Teman-teman masih di dalam kelas, aku sudah menghilang entah kemana. Karena saking tidak nyamannya dengan lingkungan yang baru. Itulah aku. Saat itu, baru-barunya kuliah selalu homesick. Rasanya tak betah di dalam kelas walau banyak makhluk-makhluk, tetap saja dalam pikiranku rumah adalah tempat yang paling nyaman. 

Semester 3 ini aku mulai akrab dengan sebagian besar anak-anak di kelas, lumayan lah di banding dengan semester-semester sebelumnya. Pada saat semester 1 dan 2 aku tidak pernah dekat dengan teman pria. Tapi di tengah-tengah semester 3 ini, aku rasa ada yang mulai mendekatiku. Aku tidak pernah menduga sebelumnya karena memang aku tertutup dengan lelaki pada saat itu. Mula-mula dia sms, entah siapa aku tidak kenal karena nomornya tidak ada di daftar kontak aku. Dan ternyata dia adalah Reza. Sungguh tak ku nyana sebelumnya. Dari situ kami mulai sering smsan walau sebelumnya aku tak pernah tegur sapa dengan dia di kelas atau di kampus. Lama kelamaan aku pun mencium ada suatu tujuan tertentu ia smsan dengan ku selama ini.  Dan setelah ku cari jawaban sana sini untuk memastikan feeling aku, ternyata benar dia suka padaku. Malah kata-kata itu langsung dari sms dia, seolah tidak canggung lagi untuk mengatakannya. Ya walau dengan sedikit nada becanda. Tapi aku yakin itu ucapan dari hatinya. 

Setelah kepastian itu ku dapat bahwa ia mempunyai perasaan lebih dari seorang teman, kami tetap berkomunikasi. Walau sering smsan, tetap saja kami jarang ngobrol di kampus. Mungkin ia canggung atau takut di ejek teman-teman sekelas yang terkenal jail dan suka jodoh-jodohin orang. Tapi lambat laun aroma yang Reza pakai tercium juga. Dari situ mulailah anak-anak bergosip ria. Di bilang aku jadian lah sama dia. Padahal ga sama sekali. Wah, rame pokoknya. Tapi aku cuek bebek saja dengan keramaian itu. Karena aku tidak ada apa-apa dengan Reza. 

Seiring berjalannya waktu, aku pun mulai merasakan ada sikap seseorang yang beda dari salah satu teman pria ku di kelas. Entah itu hanya perasaanku saja atau bagaimana. Selama ini feelingku kuat dan sebagian besar benar. Rio namanya. Ku lihat ia suka mencuri-curi pandang entah itu di kelas atau di luar kelas. Sebenarnya aku mulai melihat gelagat anehnya saat awal semester 3, saat itu ada pelatihan komunikasi di kampus. Dia menanyakan aku ikut atau tidak melalui jejaring sosial facebook. Dalam hati aku berkata, ada apa ini anak tumben amat nanya-nanya. Tapi setelah itu kita tidak pernah berkomunikasi atau smsan seperti aku dengan Reza karena memang aku tidak punya nomor hp dia begitu juga sebaliknya.

Semester 3 di mulai, hari pertama adalah hari pemilihan PJ (penanggung jawab) mata kuliah. Saat mata kuliah statistik ekonomi, aku dan Rio di tunjuk oleh teman-teman untuk jadi PJ mata kuliah tersebut. Dosen itu memang selalu minta PJ 2 orang, cewek cowok. Entah apa tujuannya. Mau tak mau aku terima amanah itu. Sebenarnya dalam hati tidak mau karena tidak mau repot. Dari situ, aku dan Rio mulai dekat. Rio menanyakan nomor hp aku, kita tukeran nomor hp. Karena memang penting untuk kebutuhan jika tiba-tiba ada informasi tentang Matakuliah yang kami emban tanggung jawabnya. 
Rio tidak seperti Reza yang selalu sms aku. Jika tidak ada keperluan dia tidak akan sms aku. Sms pun hanya seperlunya saja. Aku penasaran dengan pria satu ini. Begitu dingin terhadap wanita. Setelah ku cari informasi ternyata dia menunggu wanita pujaan hatinya yang entah wanita itu pun menunggu atau tidak yang jelas di alam pikirnya ia menunggu sampai si wanita mau sebagai pembuktian bahwa ia setia dan serius dengan niatannya itu. Oh like that. Makin penasaran saja aku mendengar cerita seperti itu. Di otakku seolah ada aliran darah yang menyeru aku untuk menaklukan pria dingin itu. Gue harus taklukin dia, niatku. 

Aku mulai sering smsan dengan Rio. Aku berikan ia perhatian yang lebih, aku coba buka dirinya agar ia mau bercerita denganku ya walau dengan sedikit kerja keras. Akhirnya setelah beberapa waktu ia mulai terbuka denganku. Ia ceritakan wanita yang ia tunggu itu. Salut memang, tapi sayang dan kasian juga jika ia menunggu dan mendapatkan harapan kosong. Yang membuatku semakin penasaran adalah cara ia sms denganku, ngobrol, sepertinya di bedakan dari teman yang lain. Pandangan ia, seolah beda, seolah mengatakan hal lain. Apa mungkin ia mempunyai perasaan yang lebih atau ini hanya keGRan ku saja? Tapi kan katanya dia mau menunggu wanita idamannya itu. Makin bingung ku di buatnya.
Walau begitu, terus saja aku jalani. Aku memang seorang yang penasaran, tidak bisa setengah-setengah dalam segala hal, juga hal seperti ini karena akan terus mengganjal sebelum aku mendapatkan jawaban yang pasti. Semakin lama aku semakin dekat dengan Rio. Dia selalu menceritakan perkembangan pendekatannya dengan wanita pujaannya itu. Setiap ia bercerita aku selalu menyemangatinya untuk terus berjuang walau titik temu belum ia dapatkan. Aneh memang, aku menyemangati dia padahal aku berharap dia berhenti berharap terhadap wanita itu. Aku pun heran dengan perasaanku ini, aku hanya ingin mencari jawaban yang benar-benar pasti agar hati ini tak bertanya-tanya lagi. Apa mungkin aku suka dia? Tapi aku kan Cuma iseng. Lagipula buat apa aku mencari jawaban yang seharusnya tak aku cari karena jawaban itu jelas, Rio punya wanita pujaan lain dan tidak mungkin ia berpaling kepada wanita lain. Lalu kenapa aku masih keukeuh mencari jawaban atas tingkah laku ia terhadapku?

Sampai liburan semester 3 aku masih belum menemukan jawaban itu. Masih terus ku cari sampai aku menemukan titik jenuh dan hampir menyerah untuk terus melanjutkan ‘penyelidikan’ ku itu. Sampai suatu hari ia sms yang berisi, Ta, sebenarnya wanita pujaanku itu kamu. Sontak aku kaget, aku heran. Aku? Qo bisa? Kenapa? Berjuta pertanyaan muncul dalam otak kanan dan kiriku. Aku masih tidak percaya ia sms seperti itu. Ku buka lebar mataku dan berulang kali aku baca sms yang baru saja aku terima dari makhluk yang selama ini membuatku penasaran. Tidak mungkin, pikirku. Lama ku diamkan handphone ku. Setelah keterkejutanku reda, aku balas sms dia. Aku? Ga salah? Tanyaku singkat. Ia ta, kamu. Besok aku mau ngomong langsung ama kamu kalo kamu masih ga percaya, jawabnya. Yaudah, balasku.

Keesokan hari ia menghampiriku di dekat parkiran yang biasa aku parkirkan motorku. Jantungku rasanya berdetak kencang, lebih kencang dari desiran angin yang berhembus dari arah timur. Kenapa aku ini, biasa aja ta, jangan gugup, tenang, tarik nafas. Ucapku dalam hati coba menenangkan diriku. Hei Rio, sapaku basa basi. Hai ta, gimana hari ini? Masih semangat dong? Tanyanya penuh semangat. Ya pastinya yo, oh iya yang semalem itu bener emang? Tanyaku penasaran. Iya ta, bener. Kapan sih aku pernah boong sama kamu? Ucapnya berusaha meyakinkan aku. Oh gitu yak yo, jawabku bingung. Terus gimana ta? Tanya Rio. Gimana apanya yo? Ya kita? Kita kenapa? Ya kan kamu tau aku suka kamu dari setahun lalu, kamu gimana? Aku sih ga gimana-gimana yo. Maaf banget yo, aku Cuma nganggep kamu temen, ga lebih dari itu. Kalau kamu mau ya tunggu sampai aku siap kamu pinang, jawabku. Ok, aku bakal tunggu dan buktikan keseriusanku padamu ta. Tunggu aja, jawabnya penuh semangat.

Setelah peristiwa itu, aku bersikap biasa saja. Aku pun meminta padanya untuk bersikap biasa saja karena aku tak ingin banyak orang yang tahu akan hal yang baru saja terjadi. Aku juga mengatakan pada Rio bahwa aku tak ingin ia terlalu berharap padaku, aku mempersilahkan ia untuk menyukaiku, menunggu, hingga membuktikan perasaan dan kesetiaannya itu. tapi aku tak ingin ia memaksa aku untuk menyukai dan membalas perasaannya. Aku tak ingin ia mencintaiku dengan rasa pamrih bukan karena ketulusan akn perasaannya tapi hanya karena ia ingin memilikiku seutuhnya. Rio pun menyetujui dan menyanggupinya. Lega rasanya. Aku ingin perasaan yang Rio rasakan timbul dan tumbuh dengan sendirinya tanpa ada paksaan atau merasa tak enak hati dengan Rio. Aku pun berusaha untuk tidak melukai perasaannya. Jujur saja, aku pun menyukainya tapi aku tak berani untuk berterus terang dan langsung mengatakan padanya. Aku ingin melihat usaha dia terlebih dahulu. Aku tak ingin di sakiti atau pun menyakiti karena buru-buru dalam mengambil sikap.
Hari demi hari terus aku jalani dan lewati. Aku merasa Rio benar-benar serius dengan ucapannya tempo hari. Tak salah memang aku mengacungkan jempol untuknya saat ia bercerita tentang wanita pujaannya itu, sebelum aku mengetahui bahwa wanita yang ia maksud adalah aku. Rio sangat perhatian, lemah lembut, he’s so perfect to me. Ya Tuhan, benarkah aku menyukai makhlukMu yang satu ini? Ia benar-benar gentleman, membuktikan perkataannya, memenuhi janjinya walau belum sepenuhnya.

Ah, aku harus jaga sikap dan perasaan pada Rio. Aku tak ingin terbawa perasaan, mungkin ini hanya kekagumanku bukan karena aku menyukainya layaknya perasaan wanita pada laki-laki. Ya, aku tak boleh terbawa perasaan. Biar saja ku ikuti jalan mainnya, biar aku menemukan waktu yang pas untuk menerima cintanya dan yakin benar dengan pembuktian ia selama ini. 

Tak terasa aku masuk semester 4. Aku bersyukur bisa bertemu ia kembali di kelas yang menurutku penuh cinta. karena kami sekelas, otomatis kami jadi sering bertemu. Apalagi kami sama-sama aktif dalam suatu organisasi universitas, semakin sering saja kami bertemu dan bertegur sapa. Malu sebenarnya bertemu dengan dia, entah kenapa malu itu muncul. Padahal seharusnya aku tak begitu karena we are friend. Apa mungkin benih-benih cinta itu mulai tumbuh dalam hatiku? Gawat, jangan sampai aku terbawa perasaanku nih. Aku tak ingin membalas perasaan dia secepat ini, terlalu cepat untukku. Butuh proses yang panjang untuk meyakinkan dan memantapkan hatiku.
Untung Rio seorang yang pengertian. Dia tahu keadaanku. Dia tahu bahwa aku tak bisa begitu saja membalas perasaan dia, dan dia pun tak keberatan untuk terus meyakinkan aku dengan pembuktiannya padaku. Ya Tuhan, mengapa Kau ciptakan makhluk yang begitu mempesona diriku? Dia terlalu perfect untukku. Apa dia tak salah orang memberikan perasaannya pada orang sepertiku yang tak ada apa-apanya di banding wanita lain di kelas dan di dunia ini? Kenapa harus aku? Aku tak tahu harus berucap apa, bersyukurkah atau terus heran dengan yang sedang aku alami?
Dia amat perhatian, mengingatkan aku solat, makan, istirahat, tugas, dan yang lainnya. Selalu mendukung aku dalam kegiatanku yang berjubel dan selalu menyemangatiku. Saat ini, bisa di bilang ia adalah motivatorku. Saat kakiku tak lagi sanggup berdiri tegak di atas tanah, ia yang menopangku. Saat kepalaku tak ingin di jejali dengan tugas dari kampus dan luar kampus, ia yang membantu meringankannya. Saat tanganku tak lagi mampu menulis apapun di atas kertas dan keyboard laptopku, ia yang merilekskan otot-otot tanganku dengan kata-kata motivasinya yang selalu membangunkan mataku yang terpejam dan tak ingin bangun dari keletihan dunia. 

Aku mulai menyayanginya, dari awalnya yang hanya sekedar suka. Mungkin ini yang di namakan proses walau aku tak tahu hasilnya akan seperti apa nanti. Aku tetap menyembunyikan perasaanku ini pada Rio, karena belum waktunya untuk aku ungkapkan. Lagipula aku bilang ke dia bahwa jika kamu serius tunggu sampai aku siap untuk kamu pinang. Aku tak ingin ia hanya jadi pacarku, sebenarnya, tapi lebih dari itu, itu harapanku. Au tak tahu mengapa aku yakin dengan dia walau aku baru kenal dengannya. Mungkin ini jalan Tuhan. Semoga.

Kini aku memasuki semester 5, Rio masih teguh dengan pendiriannya, membuktikan cintanya tanpa pamrih. Tak ada sedikitpun yang berubah darinya, sikapnya, perhatiannya, pengertiannya, motivasinya, masih seperti dulu, masih seperti saat ia berjanji di depan mataku. Ia tak pernah berlebihan dalam membuktikan cintanya itu. ia bukan tipikal lelaki gombal yang banyak berceceran di setiap jengkal bumi ini. Ia tak pernah berkata manis, ia tak pernah berkata i love you, ia tak pernah menyentuh tanganku, ia tak pernah mengeluh dengan apa yang ia lakukan untukku, yang ia lakukan hanyalah pembuktian dari apa yang ia ucapkan kala itu. aku semakin yakin dengannya. Tuhan, terimakasih Kau kirimkan ia ke dalam kehidupanku.

Rio tak pernah mengirimkan sms dengan kata-kata manis yang selama ini banyak aku temui pada pria-pria yang ingin singgah di hatiku. Rio pun tak pernah membebaniku dengan kekangan yang banyak aku temui pada pacar teman-temanku. Aku menyayanginya karena perasaan itu tumbuh dengan sendirinya, perasaan yang tumbuh dari ketulusan rio yang menyayangiku, dan aku pun tulus tapi aku tak ingin mengungkapkannya pada Rio. Biar saja keadaannya seperti ini. Aku lebih nyaman seperti ini, aku rasa dan aku pikir dengan begini tak ada beban atau paksaan untuk aku dan Rio. Biar saja ia yang mengetahui sendiri bagaimana perasaanku padanya. Tentu yang namanya perasaan tak perlu di ungkapkan tapi di rasakan, karena hati yang merasakan bukan mulut. Mulut bisa berbohong tapi hati tak bisa berbohong dan di bohongi. 

Tuhan, begitu indah rasanya. Aku tak ingin kehilangan orang seperti ini. Jika ia baik untukku dan Engkau ridho, tolong dekatkan ia dan mantapkan keyakinanku padanya. Tapi jika ia bukan yang terbaik untukku dan Kau tak meridhoinya, tolong jauhkan ia dari hatiku bukan dari mataku karena bagaimanapun juga ia pernah ada dalam hatiku dan ia adalah teman juga lelaki terbaik yang pernah aku temui. Dan tolong Tuhan redam rasa ini dan berikan rasa ini pada orang yang seharusnya aku berikan rasa ini, jika memang Kau tak menakdirkan nya untukku.

Rio sakit. Aku gundah dan khawatir dengan keadannya. Aku baru tahu kabar setelah 3 hari ia di rawat di rumah sakit. Ya ampun kemana saja aku ini. Masa ga tau kabar teman sekelas sih. Parah. Aku dan teman-teman lainnya memutuskan untuk menjenguknya di rumah sakit sepulang kuliah nanti. Pikiranku mulai tak tenang, selama perkuliahan nyawaku tak berada di kelas. Pikiranku melayang memikirkan keadaan Rio. Rio,,,kamu kenapa ga ngabarin aku sih? Aku khawatir banget ama kamu, aku sayang kamu, semoga kamu baik-baik saja. Kuliah selesai, akhirnya. Aku beserta teman yang lainnya segera menuju rumah sakit yang lumayan jauh dari kampusku. Sepanjang perjalanan aku terdiam, memikirkan Rio. 

Psss.....mobil yang aku dan teman-teman tumpangi bannya bocor. Aduh, pake bocor segala sih. Ga tau apa orang lagi buru-buru. Ada-ada aja lagi nih mobil, gerutuku. Sudah, jangan marah-marah gitu, aku ganti dulu yak bannya, untung aku bawa ban serep, ucap Reza berusaha menenangkanku. Agak cepat yak Za, pintaku pada Reza. Iya sabar, ucap Reza dengan tenang. Lumayan lama Reza mengganti ban mobilnya, setengah jam ku kira. Udah beres nih Ta, yook jalan lagi, ajak Reza dengan sedikit terengah-engah kelelahan mengganti ban mobilnya. Yook Za, ga pake lelet yak Za, tar keburu macet lagi, bisa gaswat nih, pintaku dengan cerewet. Iya bawel juga yah ibu yang satu ini, ujar Reza menggodaku sedikit. 

Sesampainya di rumah sakit, langsung ku tanyakan resepsionis di sana. Ku tanyakan pasien atas nama Rio Raditya Rahmawan. Ruang anggrek no. 12 mbak di lantai 3, ucap si resepsionis. Maksih yak mbak, ucapku. Aku dan teman-teman menuju lift, lama sekali liftnya, keluhku. Ayo dong cepet lift, ga tau orang lagi buru-buru apa, gumamku kesal. Aduh, ini ada apa yak daritadi kayaknya ada aja halangannya, pikirku heran. Setelah 7 menit berdiri di depan lift yang belum terbuka juga, ada satpam lewat memberitahu bahwa liftnya sedang dalam perbaikan jadi di sarankan untuk lewat tangga. Ya ampuuun, apalagi ini, pikirku, daritadi ada aja halangannya, gumamku kesal. 

Aku buru-buru menuju tangga, dengan langkah yang agak cepat, mungkin bisa di bilang setengah lari. Saking khawatirnya dengan Rio, aku tak terasa capek sama sekali sampai di lantai 3. Ku cari ruang anggrek no.12, setelah putar-putar dan menanyakan pada suster di situ akhirnya aku sampai di ruang anggrek no.12. aku tak sabar ingin melihat keadaan Rio-ku, bagaimana ia sekarang? Aku khawatir sekali, karena sebelumnya ia tak pernah mengeluh sakit apapun padaku, ia tak pernah tak memberi kabarnya padaku. Setiap hari kami saling memberi kabar kami agar kami sama-sama tahu keadaan masing-masing.

Ku buka perlahan pintu bertuliskan angka 12 itu. ku ucap salam bersamaan dengan teman-temanku. Di sana ku temui kedua orang tua Rio dan adiknya yang baru berumur 10 tahun. Ku cium tangan kedua orang tuanya dan ku sapa adik kecil Rio. Ku tanyakan pada kedua orang tua Rio bagaimana keadaan Rio dan kenapa ia bisa sakit seperti itu. mereka mengatakan bahwa keadaan Rio kritis, ia menderita kanker otak dari SMA kelas 3. Dan ini kejadian yang paling parah semenjak ia menderita penyakit yang mematikan itu. ia sering bercerita tentang kamu, kamu Nita kan teman dekatnya Rio? Aku mengangguk, tanda mengiyakan. Dia sangat menyayangimu, dia pernah bilang bahwa dia ga mau kehilangan kamu dan dia sedang memperjuangkan dan membuktikan cintanya kepada kamu. Di sungguh-sungguh mencintai kamu. Dia anak yang baik, Cuma mungkin nasib saja yang kurang berpihak padanya. Ia tak seberuntung anak-anak yang lain yang sehat, ia tidak boleh berpikir terlalu berat karena sedikit saja ia berpikir keras maka kepalanya akan sakit dan ia tidak bisa melakukan apapun, cerita ibu Rio dengan mata yang berkaca-kaca. 

Aku tak bisa berucap apapun pada ibu Rio. Aku ingin melihat Rio, pintaku. Mari ibu antar, ucap ibu Rio sambil menggandeng tanganku menuju ruang istirahat Rio. Rio, ucapku pelan. Aku terkejut dan tak kuasa melihat keadaan Rio yang lemah di atas tempatnya berbaring. Tangan di infus, dan segala macam peralatan kedokteran yang menempel pada tubuhnya. Tak terasa aku meneteskan air mata, aku ambil kursi dan duduk di sebelahnya. Saat aku ingin menyentuh tangannya, ia melarangku dengan suara yang amat pelan. Jangan, aku sudah berjanji padamu untuk tidak menyentuhmu sampai aku meminangmu dan kamu halal untukku, ucap Rio dengan sedikit terpatah-patah. Sontak air mataku mengalir deras, aku tak kuasa mendengar apa yang baru saja ia ucapkan. Itu sangat menyentuh hatiku, aku terharu sekali dengan apa yang ia ucapkan. Dalam keadaan seperti itu ia masih menjaga kesucianku dari ketidakhalalan aku untuknya. Tuhan, mengapa Kau berikan orang sesempurna Rio untuk diriku yang hina dan tidak bisa memberi apapun atas cintanya yang tulus padaku?

Rio, aku.... belum sempat aku berbicara, ia sudah menghentikan gerak lidahku dengan bisikan dari mulutnya, ssst, katanya, kamu tak usah bicara, aku tahu apa yang akan kamu katakan, katakan nanti saja di waktu yang memang seharusnya kamu katakan, pasti lebih indah nanti pada waktu yang tepat, ucapnya dengan suara pelan. Rio, aku sayang kamu, ucapku dalam hati. Karena aku ingin mengatakan itu tapi tak di izinkan oleh Rio, ia takut aku mengatakannya hanya karena melihat keadaan ia yang lemah. Ia selalu berpesan padaku, jangan terbawa perasaan. Mungkin ini salah satunya, ia tak ingin aku mengucapkan kalimat itu saat aku melihatnya iba dan lemah. Ia ingin aku mengucapkan kalimat itu dengan ketulusan hatiku seperti ketulusan ia padaku selama ini.

Selama ia sakit, aku terus menyemangatinya lewat sms dan telpon karena ia memintaku untuk tidak terlalu sering menjenguknya khawatir aku tidak konsen dengan kuliahku dan agar saat ia sembuh aku bisa mengajarinya mata kuliah yang ia tinggalkan selama di rumah sakit. Wah, otak encer emang. Ga mau rugi banget walau lagi sakit masih aja mikirin pelajaran. Dua minggu lamanya ia di rumah sakit, dan akhirnya ia masuk kuliah. Aku senang sekali, bersyukur pada Tuhan karena cepat mengangkat penyakit Rio dan menyembuhkannya. Terima kasih Tuhan, Kau kabulkan doaku yang aku panjatkan setiap hari untuknya. 
*insya Allah bersambung
#terinspirasi dari .......
-imar-
*who always love my God and my parents
*who always keep him spirit

hati memang hal yang sulit di mengerti


Astaghfirullahal’adzhiim, ada apa dengan hati ini? Rasanya dari kemarin hati ini gundah dan tak nyaman sekali. Apa ada yang salah denganku? Atau karena lingkunganku? Atau kenapa? Aku bingung. Rasanya ingin nangis tapi tak bisa. Ingin marah, tapi tak bisa juga. Ingin mengeluh tapi pada siapa dan mengeluh tentang apa, sedangkan aku sendiri bingung dan tak mengerti. Aku coba mendeteksi apa yang menjadi penyebab aku seperti ini. Terus ku telusuri alam pikiranku. Tapi tak jua ku temukan jawabnya. Aku ingin menjerit, aku semakin tak mengerti apa yang sedang aku rasa sekarang. Bingung, sungguh. Ada apa ini hatiku? Kau kenapa? Aku tak bergairah sekali untuk menjalani hari-hari ini. Aku tak bersemangat. Padahal aku adalah orang yang selalu bersemangat dengan hari-hariku walau aku rasa hariku teramat berat. Apa mungkin ini adalah titik kejenuhanku? Apa mungkin aku mulai tak bersemangat dan kehilangan spiritku yang selalu menggebu-gebu? Entahlah, aku tak bisa menjawab semua pertanyaan yang di ajukan otakku untuk otakku yang di jawab melalui mulutku.

Aku ingin berbagi dengan apa yang aku rasa, baik saat ini, masa lalu, atau harapan-harapanku. Tapi aku belum menemukan orang yang pas di hatiku. Atau mungkin aku hanya berpatok pada satu orang, ‘dia’. Padahal orang itu belum tentu mau untuk berbagi denganku, tapi aku  mengharapakannya, sangat. Mungkinkah keyakinanku akan dirinya ini benar? Tapi aku selalu yakin dengan feelingku. Salahkah aku jika berpikir seperti itu? Aku mengharapkan orang yang sama sekali ‘mungkin’ tak melihatku. Mungkin ia hanya melihatku sebagai sosok yang tidak begitu menarik untuknya. Atau ia menilaiku adalah sosok yang membosankan. Mengapa yang lain bisa begitu akrab dengannya sedangkan aku tidak? Apa ada yang salah dengan diriku? Jika ya, apa itu? Tell me !
Dia sosok yang ingin sekali aku dekati, aku ingin menjadi teman dekatnya. Aku ingin seakrab dia dengan yang lain. Apa ini hal yang mustahil untuk aku wujudkan? Aku tak mengerti sebenarnya tipe manusia macam apa dia. Sulit ku tebak. Yang aku tahu dia adalah makhluk yang tertutup, sulit sekali ku cari celah untuk masuk ke dalamnya. Ia bagaikan bungkusan yang di bungkus rapi dengan plastik tanpa celah sedikitpun sehingga air sulit bahkan tidak bisa masuk ke dalamnya. Sesulit itukah untuk mendekatinya? Sesulit itukah celahnya? Aku selalu yakin sebenarnya bahwa pasti ada celah untuk aku masuk ke dalam dirinya, hanya saja aku belum menemukan cara yang pas. Aku harus putar otak, dari kiri ke kanan, dari kanan ke kiri, untuk mencari cara tersebut. Semua butuh proses, dan proses itu penting buatku. Dalam proses itu aku akan menemukan pelajaran baru walau mungkin hasilnya nanti tak sesuai keinginanku. Pasti Allah memberi yang terbaik untukku. Aku berusaha untuk mendapatkan apa yang seharusnya aku dapatkan. Tapi jika dalam usaha itu aku tidak mendapatkannya, tak mengapa. Aku tak kecewa. Pasti ada rencana Allah yang lebih indah dari apa yang aku rencanakan dan aku inginkan. 

Berusaha, hanya itulah yang bisa aku lakukan. Aku tidak bisa berkata apapun saat apa yang aku usahakan dan aku inginkan tak tercapai dengan usaha yang telah maksimal aku lakukan. Just positive thinking. Tentu Allah tidak akan memberikan sesuatu tanpa ada nilai pelajaran di dalamnya. Aku harus jeli untuk mendapatkan pelajaran yang Allah selipkan dalam setiap peristiwa hidupku. Jujur saja, aku bersikeras untuk mendekatinya karena aku yakin dia adalah orang yang tepat yang bisa aku ajak kerjasama untuk mewujudkan misi yang sedang aku jalankan. Dan juga karena aku sayang sekali padanya. Jika tidak ada keyakinan diriku pada dirinya dan juga jika aku tidak sayang padanya buat apa aku bersusah payah untuk mendekatinya. Aku akan berusaha sampai Allah menunjukkan jalan yang seharusnya aku tempuh, terus berusaha sampai tujuanku tercapai atau menghentikan langkahku untuk mendekatinya karena ada orang lain yang Allah kehendaki.

Jika hasilnya nanti tak sesuai dengan keinginanku, tak mengapa. Bukan hasil yang aku cari, tapi jauh dan lebih dari itu. Pasti, kau yakin, akan mendapatkan hal yang jauh lebih baik dari yang ingin ku capai sekarang. Dan aku sangat bersyukur mengenal dia walau aku tak bisa lebih dekat dengannya. Banyak nilai positif yang bisa ku ambil dari cara hidupnya, dari dirinya, dari apa yang ia lakukan dalam kesehariannya. Ya, tak ada yang tak bermanfaat di dunia ini. Nyamuk saja ada manfaatnya, apalagi menjalin hubungan seperti ini. 
Aku tetap berusaha dan menunggu jawaban juga keputusan dari Allah. Perjalanannya masih panjang, jadi slow down baby. Tak usah terburu-buru juga ambisius dalam mencapai sesuatu hal, slow but sure. Untuk hasil yang memuaskan memang butuh perjuangan ekstra dan kesabaran yang ekstra pula. Tunggu saja, aku pasti bisa melakukan hal ini. Ini belum seberapa. Jauh di depan sana masih banyak batu kecil hingga batu besar yang akan menghalau jalanku. Aku cukup berusaha dengan segala upaya yang aku punya, dengan kesabaran yang kau miliki, dengan semangat perjuangan yang tak henti aku nyalakan walau mungkin terkadang redup karena tiupan angin yang ingin menggoyahkan nyalanya.

Allah dan kekuatanNya selalu bersamaku saat aku melakukan sesuatu hanya untuk mencari keridhoanNya. Aku adalah orang yang tidak akan berhenti melakukan sesuatu sebelum aku mendapatkannya. Aku bukan orang yang ambisius yang bisa celaka karena keambisiusannya, tapi aku adalah orang yang selalu optimis dan positif thinking dengan segala sesuatu. Ingat, kita memang harus mendapatkan apa yang kita inginkan tapi bukan berarti menghalalkan segala cara dan menghabiskan waktu untuk mendapatkan apa yang kita ingin tanpa memberi waktu istirahat pada raga dan jiwa kita. Lakukan apa yang bisa kamu lakukan sekarang sebelum kamu tidak bisa melakukannya.
 #terinspirasi dari manusia yang lewat di depanku


-imar-
*manusia yang selalu merindukan Tuhan dan orang tuanya
*manusia yang menjadikan Tuhan dan orangtuanya sebagai sumber kekuatannya
*manusia yang baru sadar akan wonderful-nya hidup ia