semakin anda mengeluh, semakin berat yang anda rasakan

Sabtu, 18 Desember 2010

Dila (part I)

Dila, adalah sosok wanita yang di sukai banyak pria. Pintar, supel, ramah, rajin ibadah, baik, manis, dan masih banyak hal-hal baik dalam dirinya. Wajar saja bila banyak pria yang menyukai dan mengaguminya. Ia sosok wanita yang menurutku bagaikan mawar di tepi jurang, indah di lihat namun sulit untuk di dapat. Ya, memang seharusnya begitu wanita menurutku, dapat di lihat namun tak mudah untuk di sentuh. Aku pun sebagai wanita dan teman dekatnya kagum dengan dia, wanita yang patut jadi pujaan setiap pria. Entah sudah berapa pria yang menyatakan perasaan padanya dan entah berapa kali ia pun menolak mereka. Dia memang wanita yang di didik dengan didikan yang religius, di sekolahkan di sekolah dengan basic agama.

Ayahnya yang aku tahu seorang yang tegas juga keras, yang aku rasa sifat ayahnya itu mengalir deras dalam diri Dila. Dila yang aku kenal adalah wanita yang keras dan tegas, ia selalu tegas dalam mengambil sikap dan sifat kerasnya itu yang kadang membuatku kagum dan juga kesal, kagum saat ia bersikeras dengan tujuan yang ingin ia capai, orang yang pantang menyerah, dan kesal jika keegoisan dia muncul. Ibunya yang aku kenal ramah, pendiam, juga menurutku ada dalam sifat Dila. Ia sangat ramah ya walaupun saat orang pertama kali melihatnya menganggap dia adalah orang yang tak bersahabat, tapi jauh dari itu ia adalah orang yang ramah dan easy going. Ia sebenarnya orang yang pendiam dan selalu menutupi masalah yang sedang di hadapinya, memang ini hal yang tidak aku suka dari dia. Dia tidak terbuka dengan aku, sebagai teman dekatnya. Dila dominan diam tapi saat ia nyaman dengan lingkungannya ia begitu vocal, kata-kata yang ia ucapkan selalu mengandung nasihat-nasihat yang amat di butuhkan olehku dan teman-temanku. Mungkin karena basicnya agama, ia mengerti tentang agama lebih jauh dari aku dan selalu mengarahkan aku dan teman-temanku pada jalan yang benar. Begitu sayangnya ia pada teman-temannya sehingga tak mau jika salah satu temannya melangkah di jalan yang salah, jika ada yang salah ia yang paling vocal mengingatkan. Tak henti-hentinya ia mengingatkan dan tak bosan mengingatkan aku dan yang lainnya walau tak jarang kami hanya mendengarkan nasihatnya dari kuping kanan lalu keluar di kuping kiri.

Dia selalu menutupi masalah yang sedang di hadapinya. Ia merasa bahwa masalah yang ia hadapi bisa ia selesaikan sendiri, orang yang mandiri memang, tapi ini juga aku tak suka darinya. Aku pikir manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sudah sepatutnya ia menceritakan apa yang menjadi beban dia pada aku atau yang menurutnya dia nyaman untuk menceritakan masalahnya. Aku pernah mengatakan hal itu padanya namun jawaban ia adalah “La, selama aku mampu untuk menyelesaikannya sendiri, buat apa aku minta bantuan orang lain? Aku pengen memaksimalkan apa yang aku punya, dengan begitu aku tidak akan bergantung pada orang lain. Aku tidak ingin menjadi manusia yang lemah dan selalu bergantung pada orang lain, malah aku tuh berharap banyak membantu orang yang butuh ama bantuan aku. Ya jadi pendengar, penasehat, atau lebih dari itu, semampuku. Bukan karena aku menyepelekan peran seseorang atau kekuatan seseorang tapi aku hanya ingin memaksimalkn diriku. Lagipula aku rasa ada hal yang memang harus aku ceritakan pada orang lain dan ada hal yang tidak harus aku ceritakan. Memang aku dominan tertutup tapi ada kan hal yang aku share sama kamu dan teman-teman lainnya?”ujarnya padaku panjang lebar.

Aku kalah deh kalau ngomong sama makhluk satu itu. ada aja jawabannya. Tapi walau bagaimana pun juga dia sosok yang sempurna menurutku, sosok yang selalu ingin ku tiru dan aku pun mengaguminya. Sekesal-kesalnya aku padanya tapi saat aku tak bertemu dia dalam beberapa waktu, aku pasti merasa kehilangan sosoknya yang membuat aku nyaman dan selalu ceria berwarna suasana hati dan hariku karena kehadirannya. Dia orang yang humoris juga, banyak lelucon yang ia buat dan membuat aku dkk ngakak tiada hentinya. Sampai-sampai mulutku kram gara-gara denger lelucon dia. Ada saja lelucon baru yang entah darimana ia dapatkan. Itu yang membuat aku makin suka dengan sosoknya, dengan sosoknya Lho bukan dengan orangnya. Tar di kira lesbi lagi, aku normal. 

Saat ini ia sedang sibuk dengan kegiatan keagamaannya, ia sibuk berdakwah sana sini. Menyebarkan ilmunya di tiap penjuru kota. Di sela-sela waktu kuliahnya yang padat ia masih sempat berdakwah dan membuat forum  untuk kegiatan sosial. Wonderful ini manusia, tidak mengenal lelah rupanya. Memang ia yang aku tahu orang yang senang sekali berbagi dalam berbagai hal, apalagi ilmu terutama ilmu agama. ia juga senang sekali bersosialisasi, ia mempunyai banyak teman di kampus maupun di luar kampus. Bergaul dengan Dila tak hanya membuat aku tahu yang belum aku tahu sebelumnya tapi juga membuatku mengenal banyak orang, ya teman-teman Dila. Semakin banyak saja ilmu yang aku dapat, mengingat teman-temannya pun orang yang penuh semangat dan gairah, kebanyakan mereka adalah pengusaha muda. 

Di tengah-tengah kesibukannya itu ia masih meluangkan waktu untuk berkumpul dengan teman-teman SMAnya, dengan kami –teman kuliahnya-, dengan teman-teman di kampungnya, amazing. Manusia yang rendah hati, seberapa pun besarnya ia di mata manusia, ia tetap merendahkan hatinya pada orang-orang di sekitarnya dan pada Tuhannya. Ia tidak pernah merasa lebih dari siapapun, malah dia heran jika ada orang yang menyukainya, karena dia merasa dia tidak mempunyai apa-apa. Sempurna, ucapku dalam hati. Ini dia orang yang seperti padi, makin berisi makin merunduk.

Sebagai teman dekatnya aku selalu up to date dengan kabar-kabar terbaru Dila, apalagi masalah para pria yang suka padanya. Itu aku hapal namanya satu-satu. Ada beberapa orang yang suka dengan Dila, bahkan secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya di depan Dila. Sudah gila kali tuh orang, suka ama cewek ga liat-liat dulu. Udah tau Dila banyak fansnya, masih aja nekat. Apa aku bilang, walhasil percuma deh. Di tolak juga kan ama Dila. Dila, wanita yang berkomitmen untuk tidak pacaran. aneh, di zaman modern seperti ini masih ada orang yang berkomitmen untuk tidak pacaran padahal arus globalisasi -termasuk ke dalamnya yaitu pacaran- tidak  bisa tertahan. Sekuat apa tembok yang Dila bangun untuk sebuah komitmen yang menurutku mustahil itu? mana mungkin ia bisa menahan gejolak kawula muda, masa dimana orang ingin merasakan indahnya di cintai dan mencintai. 

Dila, walaupun di sukai banyak pria tapi ia tak tinggi hati. Ia tetap rendah hati, tetap tersenyum dengan para pria yang menyukainya ya meski tak sedikit dari mereka malah berbalik benci karena di tolak oleh Dila. Tapi Dila tak pernah ambil pusing, dia tidak peduli jika ada yang benci dirinya hanya karena di tolak cintanya. Justru ia bersyukur, aneh memang itu orang. Di benci orang qo malah bersyukur. “iya, aku harus bersyukur dong karena dengan begitu terlihat mana yang benar-benar mencintai aku mana yang Cuma pengen milikin aku. Aku ga mau lah kalo di cintai hanya untuk di miliki, aku ingin di cintai karena memang dia mencintaiku tulus, tanpa memilikiku pun tak apa asal ia bisa mencintaiku sepenuh hati dengan keikhlasannya.”begitu alasannya. Makhluk ini memang ada saja pemikirannya. Tapi apa yang di katakannya memang benar menurutku, entah mengapa apa yang menjadi pemikiran dia itu bisa aku terima dan selama ini aku tak pernah terpikirkan sampai sejauh pemikiran Dila, padahal pemikirannya itu sederhana. Atau mungkin diriku yang tidak pernah mau berpikir ya?

Suatu hari, Dila dan aku mengikuti kajian yang biasa kami ikuti dalam organisasinya di kampus. Waktu itu kebetulan pemateri di undang dari alumni, seorang pria bernama Muhammad Yusuf Zulkarnaen. Ia adalah alumni dari jurusan Manajemen angkatan 2003. Ka Yusuf, begitu ia biasa di panggil, adalah mahasiswa yang kala itu  aktif di organisasi baik itu organisasi jurusan, fakultas, atau universitas. ia di kenal religius. Tampan, tinggi, putih, rapi, wangi, bersih, sopan, itu nilai pertama saat aku melihat Ka Yusuf. Aku kagum melihatnya, apalagi saat ia mulai materi kajian. Saat ia berbicara, terpancar sekali auranya. Pasti wanita yang melihat ka Yusuf terkagum-kagum. Beruntung sekali orang yang  bisa jadi pacarnya, pikirku. Pandanganku fokus kepada ka Yusuf, sedang fokus-fokusnya aku tak sengaja menengok ke kanan dan aku melihat Dila memandang Ka Yusuf dengan khusyu’nya. Tak biasanya ia seperti itu melihat pria.

Aku yang awalnya memandang pemandangan yang indah di depanku, kini tidak lagi karena ada pemandangan yang menurutku lebih penting dari itu. ya, Dila yang begitu tajam pandangannya pada makhluk tampan itu. ya walaupun Dila bukan pemandangan yang indah buatku, tapi ini penting karena di luar kebiasaan. Ia tak pernah sebegitu seriusnya menatap pria. Selesai kajian, aku langsung menghampiri Dila dan bertanya, “Dila, aku perhatiin dari awal kajian di mulai sampai kajian selesai tatapan kamu tidak lepas dari ka Yusuf, tumben, ada apa nih? Hayoo?”. Wajah Dila langsung merah,”hah, ga qo. Siapa juga yang ngeliatin ka Yusuf mulu? Mungkin pas kamu liat aku, itu lagi pas aku lait ka Yusuf kali,”sanggahnya dengan cepat sekaligus agak gugup. “aku kan dari awal kajian sampai tadi selesai merhatiin kamu terus Dil, tatapan kamu ga lepas-lepas tuh dari Ka Yusuf. Hayoo hayoo ngaku aja lah ama aku mah, ada apa nih?”tanya ku penuh selidik. “ah, udah ah jangan ngegossip terus. Dosa.”pungkirnya. “hhm, awas yak kalo ketauan ada apa-apa,”ancamku dengan nada bercanda.

Kebetulan saat aku sedang berbincang dan menggoda Dila, Ka Yusuf lewat di depan kami dan menghampiri kami berdua. Wah, rasanya jantung ini berdegup kencang. Lebih kencang dari motornya Valentino Rossi, *lebay. Aku langsung menatap Dila, pipi Dila berwarna –merah- seperti tomat yang masak. “assalamu’alaikum,”ucap Ka Yusuf sembari senyum dan lesung pipinya yang mengembang membuatnya makin terlihat tampan dan mempesona. Kami berdua agak lama menjawab, saking aku terpesona, kalau Dila ga tau deh kenapa jawabnya lama, aku rasa ga beda jauh. “eh, wa’alaikum salam ka,”jawab kami agak gugup. “gimana tadi kajiannya, ada kurang atau gimana menurut kalian?”tanya Ka Yusuf pada kami. “oh tadi kajiannya cukup menarik sih ka, berbicara masalah Indonesia yang ga ada ujungnya di timpa bencana. Di tambah para pemimpin yang seolah acuh tak acuh dengan keadaan rakyatnya yang terus di ‘sedot’ keringatnya untuk memfasilitasi mereka,”jawab Dila. “iya ka, aku setuju sama Dila. Apa yang salah ya ka dengan Indonesia?”tanyaku pada Ka Yusuf. “oh, kamu Dila,”tanya ka Yusuf yang tak langsung menjawab pertanyaanku. “iya ka,”jawab Dila mengiyakan. “gimana ka jawabannya?”tanyaku lagi sekedar mengingatkan. “oh iya, lupa saya belum jawab pertanyaan kamu ya. Mungkin alam marah karena tidak di pelihara dengan baik oleh masyarakat, alam mulai bosan dengan kelakuan para penghuninya. Mungkin juga karena kita kurang atau bahkan sama sekali tidak bersyukur. Salah satu tanda orang bersyukur dengan alam yang di titipkan oleh Tuhan adalah merawat alam itu, jangan sampai rusak. Alam pun marah jika tak kita pelihara. Dia telah memberikan begitu banyak sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, tapi manusia dengan sifat serakahnya dan tidak puasnya itu malah mengeksploitasi tanpa memelihara dan tanpa mengganti apa yang dia ambil dari alam,”jawab si tampan itu.  

Aku terpesona mendengar jawaban dari Kakak yang tampan itu. wah, pintarnya orang ini. Aku semakin suka dengan dia. Aku tatap Dila, sepertinya ia pun terpesona dengan kata-kata yang di ucapkan Ka Yusuf. “oh gitu yak ka, aku juga ngerasanya sih begitu. Tapi ga kepikiran segitu jauhnya ka,”ujar Dila. “hhm Dila, ngejawab juga,”godaku. “apa sih La, ngegoda mulu deh dari tadi,”kata si Dila. “Lho qo kalian jadi maen goda-godaan gitu sih? Ada apa nih?”timpal ka Yusuf. “ini ka, Dila lagi ke semsem sama cowok”,jawabku dengan cepat. “ih Nazla apa-apaan deh, gossip mulu nih,”ujar Dila. “oh kamu Nazla namanya, daritadi saya mau tanya ga kebagian ngomong sama kalian, hehe”,timpal Ka Yusuf di sela-sela aku menggoda Dila. “oh ka Yusuf daritadi mau ngomong toh, bilang dong ka. Yasudah saya beri kesempatan ngomong sama Dila deh, saya pengertian kan ka,”godaku. Wajah Dila mulai terlihat tak tersahabat, sepertinya campuran dari kesal dan malu.

Tak lama kami berbincang, aku melihat ada ketertarikan antara Dila dengan Ka Yusuf. Aku mencium aroma jatuh hati dari mereka, apa mungkin Dila mulai tertarik dan membuka hati untuk pria? mungkin saja, pikirku. Imposible is nothing, bukan? Dila juga manusia, wanita, yang memiliki rasa cinta dan menyukai lawan jenis. Itu sudah kodrat yang di berikan Tuhan kepada manusia, di antaranya Dila. Hanya saja kita harus adil menempatkan kodrat itu di tempat yang sesuai, jangan seperti zaman sekarang yang melakukan hal yang di larang atas nama cinta. padahal cinta itu suci tapi manusia yang mengotorinya dan selalu menyalahkan cinta atas apa yang mereka lakukan yang sebenarnya atas dasar nafsu. 

Untuk memancing Dila, aku meminta nomor hp ka Yusuf. “ka, boleh aku minta nomor hp kakak. Ya mungkin aja suatu saat aku ngundang kakak untuk jadi narasumber di acara lain atau aku bisa sharing ama kakak gitu”, pintaku dengan alasan yang cukup masuk akal. “tentu saja boleh, Nazla. Nih kamu catat yak 085712338875”,ucap ka Yusuf dengan senyum dan lesung pipi yang menghiasi senyumnya. “makasih yak kak”,ucapku sumringah. “wah kak, Nazla mah jangan di kasih nomor hp kakak nanti sms mulu tiap malem”,kata Dila nyeleneh. “boong itu ka. Dila itu cemburu soalnya aku yang di kasih nomor hp kakak bukan Dila”,imbasku. “apa sih Nazla? Mulai deh nih godain aku lagi?”ujar Dila dengan nada kesal dan wajah yang di tekuk. “eh, maen goda-godaan lagi nih? Udah udah, nanti kamu minta nomor kakak ke Nazla aja yak Dil? Coba mana nomor kalian berdua biar sekalian kakak save?”pinta ka Yusuf sembari menengahi kami berdua. “aku miss call aja yak ka biar gampang,”ujar Nazla. “ok, udah masuk,”kata Ka Yusuf. “nih Dil, nomor ka Yusuf, nanti ga aku kasih cemberut lagi. Hhe. Di save tuh jangan lupa,”goda ku lagi, seperti tak ada puasnya. “yaelah ini orang masih ngegoda juga yak,”dengan nada kesal Dila menjawab. “aku misscall yak kak, udah masuk kan?”tanya Dila pada Ka Yusuf. “ok, sip. Kakak ada acara lain nih. Kakak pamit dulu yak, lain waktu kita ketemu lagi, ngobrol lagi lebih lama. Assalamu’alaikum,”ucap ka Yusuf sambil melangkahkan kakinya. “iya ka, wa’alaikum salam,”jawab kami serempak.

Dila terlihat sumringah, wajahnya berseri-seri. Wah, sepertinya perkiraanku benar nih ada apa-apa dengan Dila, ucapku dalam hati. Aku akan cari tahu nih kebenaran dan kepastiannya, memang ada sesuatu aku rasa di antara mereka. Sepertinya memang mereka saling tertarik satu sama lain, saatnya jadi detektif, pikirku sambil nyengir sendiri. “kamu kenapa La, senyum sendiri kaya orang gila deh? Apa emang gila?”tanya Dila mengagetkanku. “eh apa kamu bilang? Enak aja. Emang kamu mau punya temen gila? Sembarangan,”jawabku sewot. “ya kalau kamu mau ga apa-apa lah La, aku mah ga keberatan. Kamu ini kan yang gila? Hahaha,”jawabnya puas sambil menertawaiku. Kena lagi deh di ketawain dia, baru tadi aku menang ngegodain dia ampe dia ga berkutik, eh udah di serang lagi aja. Dasar Dila !

Beberapa hari setelah kajian bersama ka Yusuf, aku perhatikan Dila suka senyum-senyum sendiri. Sepertinya ada yang lagi jatuh cinta nih, pikirku. Aku goda dia ah. “hayo, senyum-senyum sendiri. Gila yak? Tapi dari dulu sih kamu mah gilanya. Seneng banget kayaknya, abis menang togel atau di lamar ka Yusuf nih?”godaku dengan penuh selidik. “ih, ini orang dari kemaren ka Yusuf mulu yang di omongin. Ga ada cowok lagi apa? Siapa qe gitu, irfan bachdim qe yang lagi naek daun,”jawab Dila. “emang situ mau ama irfan bachdim yang ada tattonya?”timpalku. “ya ga sih, ya seenggaknya jangan ka Yusuf mulu napa. Seneng banget cengin aku ama ka Yusuf, kalau kamu suka bilang aja La,”ujar Dila. “aku emang suka ama ka Yusuf tapi ya hanya sekedar kagum, lagipula aku nyadar diri kali. Kan aku udah punya Zehan, yang belum punya kan kamu Dil, ka Yusuf buat kamu aja. Aku ikhlas qo,”jawabku pada Dila. Dila terdiam sejenak. “eh malah bengong lagi, hayo bener kan kamu suka ama ka Yusuf?”selidikku. “apa sih La, ngaco aja deh kamu. Kalau suka kenapa, kalau ga kenapa?”timpalnya agak sewot. “Loh qo ngaco sih Dil? Wajar kali kalau kamu suka ama ka Yusuf, normal. Aku aja nih ya yang punya pacar suka ama dia malah kalau dia nembak aku, aku mau tuh jadi ceweknya, apalagi jadi istrinya, ga bakal nolak deh. Namanya cewek wajar lah kalau punya perasaan lebih ke cowok, normal itu Dil. Kamu ga usah deh nutup-nutupin gitu”,aku coba menjelaskan. “iya La, aku tau itu. tapi kan kita ga boleh ngumbar perasaan kemana-mana. Aku juga tau kalau ka Yusuf itu sosok pria yang banyak di sukai banyak orang, jadi kalau aku suka ama dia pasti banyak lah pesaingnya,”jawab Dila. “jadi bener nih kamu suka ama ka Yusuf?”tanyaku untuk meyakinkan hatiku. 

Lama Dila terdiam dengan jawaban yang menggantung. Mungkin ia ragu untuk mengucapkannya, mengingat ia tidak ingin pacaran dan saat ini ia sedang di landa virus jambu merah. Jika ia berkata ia suka, mungkin ia pikir apa kata orang nanti. Pasti orang mencap dia sebagai orang yang tidak konsisten. “Dil, bilang aja kalau emang kamu ada rasa ama ka Yusuf. Ga ada salahnya qo, justru harus di ungkapin biar plong gitu. Kan wajar aja kamu suka, Lah wong ka yusuf cowok bukan cewek. Bilang sukanya ga usah ke ka yusuf, ke aku aja nih temanmu biar hati kamu lega dan biar ada yang tau perasaan kamu gimana. Kalau kamu pendam terus nanti malah ngeganggu pikiran kamu. Lagipula itu ga akan merubah persepsi aku tentang kamu dan komitmen kamu untuk pacaran qo Dil. Aku percaya ama kamu kalau kamu bisa konsisten dengan komitmen itu, dan aku walaupun ga sejalan ama kamu, aku selalu dukung kamu qo dalam keadaan apapun itu. kamu butuh aku, tinggal bilang. Ga usah sungkan ama aku, kita temenan bukan sebulan dua bulan tapi udah bertahun-tahun”, bujukku padanya.

Entah apa yang ada di pikiran Dila, ia masih enggan untuk bercerita padaku tentang perasaannya itu. mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya pada Dila. Mungkin ia butuh waktu yang lebih lama untuk meyakinkan hatinya tentang perasaannya itu. aku mengerti keadaan dia yang sulit. Di satu sisi, aku yakin, dia memiliki perasaan terhadap ka Yusuf walaupun itu sedikit. Di sisi lain, ia tidak ingin mengkhianati komitmennya itu. padahal menurutku, apa yang ia rasakan itu bukan sesuatu yang salah dan itu normal untuk remaja seumuran dia. Dan bukan berarti dengan memiliki perasaan pada lawan jenis ia berkhianat kepada dirinya sendiri. Yang penting ia tetap memegang komitmennya itu. memang aku tak begitu merasakan bagaimana posisi ia sekarang karena aku tak pernah merasakan hal seperti itu. tapi setidaknya ia jangan menyiksa perasaannya sendiri dengan menutup-nutupi perasaannya itu. 

Berhari-hari aku melihat Dila yang beberapa hari lalu aku temukan selalu tersenyum sejak kajian dengan ka Yusuf, kini aku melihat Dila yang tak biasanya. Ia terlihat murung, jarang tersenyum, bicara hanya seperlunya, tak aku lihat Dila yang biasanya yang selalu membuat suasana hidup. Dila yang selalu membuat aku tertawa walau saat itu aku sedang sedih. Sekarang ia sedang sedih apa yang harus aku lakukan agar Dila yang kemarin aku kenal kembali lagi? Aku ada ide, aku coba menghubungi ka Yusuf dan meminta dia untuk datang ke kampus hari itu juga. Setelah beberapa kali sms dan tak di balas juga, akhirnya aku putuskan untuk menelpon dia. Tak apalah pulsa habis yang penting Dila ga cemberut terus, berkorban sedikit buat temen. Akhirnya setelah hampir setengah jam aku coba menghubungi ka Yusuf, ada jawaban juga. “assalamu’alaikum,”jawab Ka Yusuf di seberang telpon sana. “wa’alaikum salam, ka ini Nazla, masih inget kan?”... “iya, kakak inget. Ada apa ya Nazla? Maaf nih baru di angkat, tadi kakak lagi isi materi di kajian masjid,”.. “oh iya kak ga apa-apa, aku yang harusnya minta maaf ganggu kakak di sela-sela kesibukan kakak. Ini ka, aku mau minta tolong, boleh ga?”pintaku. “boleh, kalau kakak mampu pasti kakak bantu. Apa yang bisa kakak bantu?”tanya Ka Yusuf. “gini ka, belakangan ini Dila aku perhatiin murung. Mungkin kakak bisa bantu aku untuk mengembalikan Dila seperti yang dulu aku kenal. Aku ga enak dan sedih liat dia murung gitu, padahal ia anak yang ceria,”jelasku pada Ka Yusuf. “bagaimana caranya biar Dila senyum lagi dan kenapa harus kakak?”tanya Ka Yusuf sedikit keheranan. “ya aku yakin aja kakak bisa sembuhin dia dari kemurungannya itu. kasih motivasi atau apa gitu ka. Whatever lah yang kakak punya. Aku yakin jika kakak yang ngasih motivasi dia akan cepat kembali ke alam nyata, ayo dong ka bantu,”pintaku dengan manja dan sedikit memelas. “ya sudah kakak coba, besok siang kakak ke kampus jam 11.00,”jawab ka Yusuf mengiyakan. “asik, alhamdulillah. Makasih yak ka, aku tunggu lho besok di kampus jangan ampe ga dateng. Kita ketemu di Cafe kampus aja yak?”jawabku girang. “iya, sama-sama. Ok deh di cafe kampus,”ujar ka Yusuf. “assalamu’alaikum ka, dan terimakasih sekali lagi,”dengan wajah sumringahku. “wa’alaikum salam,”jawab ka Yusuf. Telpon di tutup. Yes, berhasil.

Keesokan harinya, aku mengajak Dila makan di cafe kampus. Dengan tujuan yang tak di ketahui Dila, bertemu ka Yusuf. Untungnya Dila mau aku ajak, rencana sejauh ini lancar, good job. Hanya butuh waktu 5 menit untuk sampai di cafe. Kami duduk dan memesan makanan. Di sela-sela obrolan aku dengan Dila, tanpa sepengetahuan Dila aku sms ka Yusuf menanyakan dia jadi atau tidak datang ke kampus. Dan ternyata jadi, dia sudah sampai kampus. Rencana berjalan lancar. Aku sms ke ka Yusuf bahwa nanti settingannya kita tak sengaja bertemu dan Ka Yusuf memang sedang ada urusan datang ke kampus. Ka Yusuf menyetujuinya. Tak lama, sekitar 15 menit ka Yusuf datang dan menghampiri kami berdua. “assalamu’alaikum, boleh saya gabung?”sapa ka Yusuf. Dila sedikit terkejut mendengar suara yang ia kenal, dia mencari sumber suara itu dan ternyata ka Yusuf. “wa’alaikum salam, eh ka Yusuf. Boleh-boleh ka, silakan duduk,”jawabku dengan sigap. Dila masih terlihat terkejut, seakan tak percaya bahwa yang datang adalah ka Yusuf. Ka Yusuf duduk tepat di depan Dila. “dila, kamu kenapa? Qo kayak kaget gitu?”tanya ka Yusuf. Ia masih diam, tak bergeming. “eh Dil, di tanya tuh ama ka Yusuf. Malah diem aja. Kesurupan apa?”kataku pada Dila. “eh iya, maaf ya. Lagi ga konsen tadi, maaf maaf. Tadi kenapa ka, bisa di ulang?”tanya Dila pada Ka Yusuf. “iya tadi saya tanya, kamu kenapa. Qo saya datang kamu diem aja? Ada yang salah ama saya? Atau kamu ga suka saya gabung sama kalian?”tanyanya. “hhm, ga qo ka. Tadi lagi mikirin sesuatu aja, udah gitu ga konsen. Eh ka Yusuf dateng, kaget aja gitu. Qo bisa ada ka Yusuf di sini,”jawab Dila ngeles. “ah Dila, ngeles aja nih. Padahal mah emang aja terkesima dengan kedatangan sesosok makhluk yang di nanti-nanti, hha..”godaku pada Dila. “yee, kebiasaan nih. Mulai deh ngegoda aku,”ujarnya sembari nyubit aku. “aduh, sakit tau,”erangku sedikit kesakitan. “makanya jangan suka ngegoda. Emang mau kalau aku goda?”tanya balik Dila padaku. “mau dooong,”godaku lagi. “wah kalian emang ya suka banget goda-godaan, saya pengen juga dong di goda, hehe..”timpal Ka Yusuf dengan nada becanda. “ihh ka Yusuf, aku ga nyangka deh,”ujarku dan Dila.
“oh iya ka, qo kakak bisa ada di sini?”tanya Dila dengan wajah yang mulai berseri. “iya, saya tadi ada acara di kampus terus laper, ke sini deh. Eh di sini liat kalian, saya samperin dan gabung deh. Kebetulan banget yak,”jawabnya. “iya ya ka, kebetulan banget. Jodoh kali yak ka?”timpalku nyindir Dila. “jodoh ama siapa nih maksud Nazla?”tanya ka Yusuf. “ya ama Dila lah ka, masa ama aku,”godaku lagi. Dila langsung menatap mataku seolah mengancam. “oh iya ka, udah pesen makanan belum? Kita berdua udah, lagi nunggu makanan dateng,”tanya Dila mengalihkan pembicaraan. “oh iya belum, saya pesen dulu yak,”... “iya ka,”jawab Dila. Dila terlihat senang dengan kedatangan ka Yusuf. Sepertinya memang ini obat yang mujarab untuk Dila setelah beberapa hari belakangan ini Dila tampak murung. Semoga ia tak murung lagi Tuhan. Harapku.

Kami bertiga cukup lama berbincang-bincang. Sambil sesekali bercanda ria. Kami mulai larut dalam perbincangan yang tidak terlalu serius namun berbobot itu. aku perhatikan tatapan mata Dila dan Ka Yusuf. Tatapan yang berbeda, pikirku. Ada kekaguman yang terpancar dari tatapan Dila. Aku tak pernah melihat tatapan Dila seperti itu ke pria lain. Tak seperti biasanya ia begitu seriusnya menatap pria. jika ia tertangkap basah serius memperhatikan Ka Yusuf, tatapannya langsung di alihkan ke yang lain. Untuk menutupi sepertinya. Tapi tetap saja semua itu tak bisa di tutupi, Dila. Aku ini teman mu sejak lama, aku tahu kamu. Dengan ka Yusuf, demikian juga. Ada pancaran ketertarikan dari matanya saat memandang Dila. Ka Yusuf lebih banyak menatap Dila daripada aku. Wah, udah kayak kambing pintar nih. Masa yang di liatin Dila mulu sih, pikirku agak kesal. Ga apa-apa lah demi teman, pengertian dan berkorban sedikit.

Setelah pertemuan itu, Dila yang kemarin aku lihat murung terus sekarang kembali ceria lagi. Ah, akhirnya misi ku berhasil. Aku sms ka Yusuf sesegera mungkin untuk mengucapkan terima kasihku. Kata ka Yusuf lewat sms “kembali kasih, saya juga senang bisa membantu kamu dan membuat Dila senyum lagi. Lain waktu kita bertemu lagi ya?”.. “iya kak, pasti itu. jangan bosen ya ka ketemu aku dan Dila,”balasku. “pasti :),”jawabnya singkat. 

“seneng banget Dil kayaknya, beda dari kemaren-kemaren yang di tekuk terus tuh muka ampe ga keliatan,”tanyaku. “ah masa sih? Aku kan emang kayak gini La. Itu Cuma perasaan kamu aja kali. Kapan aku cemberut sih?”jawabnya ngeles. “ya ampun Dil, masih aja yak kamu ngeles. Aku tuh selalu merhatiin kamu kali. Aku tau mana kamu yang lagi seneng, mana yang ga. Jangan boongin aku deh apalagi diri kamu sendiri. Lagipula kenapa sih kamu selalu nutup-nutupin? Toh dengan kamu menutupi juga aku tau qo Dil,”ujarku pada Dila. “emang kamu tau apa La? Im fine, baby. Don’t worry ,”ucapnya berusaha meyakinkanku. “ayolah Dil, masa iya aku yang harus bilang sih? Cerita dong biar aku yakin kalo kamu emang lagi ada something ama ka Yusuf,” *uups kebablasan nih, aduuuuh. Wajah Dila memerah, seakan malu dengan ucapanku itu. aku rasa ia tak bisa lagi menghindar. Ia terdiam, suasana hening.

“dil, jawab dong. Apa aku salah? Atau apa? Aduuh, jangan diem aja kayak gini dong, aku jadi bingung tau. Aku jadi serba salah. Aku ga maksa kamu sih, tapi ya seenggaknya gitu kamu bilang ama aku. Ga ada salahnya kan? Siapa tau dengan kamu bilang akan lebih membuat kamu lega. Perasaan semakin di simpan semakin nyesek Dil. Tell me, please...”pintaku. Dila menghela nafas, seperti ingin mengeluarkan sesuatu kata dari mulutnya. “La,”ucapnya pelan. “aku..aku..aku,”ucapnya terbata-bata, seolah ragu untuk mengucapkan. Aku semakin penasaran dengan apa yang akan ia katakan. Aku tidak ingin memaksanya kali ini, aku tidak ingin terus mendesaknya dengan keingintahuanku. Aku biarkan ia mempersiapkan apa yang ingin ia katakan padaku. Aku berharap kali ini ia jujur, setidaknya jujur pada dirinya sendiri. Katakan Dil, jujurlah pada dirimu sendiri dengan ketulusan hatimu bukan karena keingintahuanku atau desakan dariku, kataku dalam hati.

Aku setia menunggu Dila untuk mengeluarkan sepatah dua patah kata. Aku terus berharap dalam penantian itu. Tuhan, yakinkan Dila untuk mengatakannya. Semoga dengan ia mengatakan apa yang mengganjal di hatinya selama ini akan membuat ia lebih tenang. Dila memejamkan mata sejenak, mungkin ia memikirkan terlebih dahulu jika ia mengatakan apa yang ia katakan itu. ia memang orang yang selalu berpikir matang, sampai hal terkecil. Ia selalu membayangkan apa yang terjadi nanti jika ia begini atau begitu. Penuh perhitungan namun sayang hal itu bisa membuatnya terkurung sendiri dalam kesulitan. Tapi aku percaya dan yakin Dila bisa mengatasi segala masalah dengan caranya yang unik.

“ok La, setelah cukup lama aku berpikir dan memikirkan segala sesuatunya yang mungkin terjadi, hal buruk atau baikkah itu sudah aku serahkan pada Tuhan dan aku hanya ingin mencoba jujur pada diriku dan aku tidak ingin terus terkurung dalam perasaan yang membuatku tak nyaman ini. Sebenarnya La, apa yang kamu katakan dan mungkin belakangan ini kamu melihatku aneh itu adalah benar. Setiap kamu menggoda aku itu adalah benar. Dan memang benar aku merasakan hal yang aneh dan berbeda dalam diriku setelah aku mengikuti kajian tempo hari dengan pemateri ka Yusuf. Jujur La, saat pertama aku melihat ka Yusuf hatiku tak karuan rasanya. Entah apa yang aku rasakan. Aku begitu kagum melihat sosoknya. Aku mulai gelisah saat malam hari karena terus teringat dan terbayang wajah dan kata-katanya. Aku seakan terhipnotis dengan pesonanya. La, apa ini yang namanya cinta? kalau memang iya, mengapa begitu menyakitkan. Orang bilang jatuh cinta itu indah, tapi mana? Aku malah kehilangan jiwaku yang biasanya kamu lihat. Dan setelah pertemuan yang tak di sengaja di cafe itu aku seolah merasakan kembali jiwaku yang dulu. Aku kembali bisa tersenyum, bercanda dengan kamu dan ka Yusuf. Apa memang ini gara-gara ka Yusuf La? Aku bingung sebenarnya La, apa yang harus aku lakukan? Aku takut dengan perasaan ini, aku takut mengkhianati komitmen aku La. Aku takut Tuhan menjauhiku karena aku membayangkan orang yang tak halal untukku.”jawab Dila panjang lebar. Tak biasanya ia seterbuka ini. Lega rasanya mendengar celotehan Dila.

 “Dil, aku tau dan ngerti apa yang kamu rasain. Wajar kalau kamu punya perasaan itu. kamu cewek, ka Yusuf cowok, wajar, itu normal. Seharusnya kamu bersyukur di beri nikmat yang makhluk lain tak mendapatkannya. Tuhan memberi kita akal dan perasaan. Yang salah adalah jika kamu menyalahgunakan apa yang telah Tuhan beri padamu. Tentu kamu lebih paham masalah itu. kamu tak usah pusing dengan masalah hati, hati memang sulit di tebak dan bisa membuat orang jadi tak karuan. Tuhan memberi kita alat kontrol, salah satu kegunaannya adalah untuk mengontrol perasaan kamu itu. cukuplah kamu, aku, dan Tuhan yang tahu perasaan kamu itu. masalah ka Yusuf tau apa ga biarkan Tuhan yang menyampaikan perasaan kamu dan biarkan cinta kamu terhadap ka Yusuf di satukan atas kehendak Tuhan,”jawabku bijak.

“iya La, kamu bener. Tumben sih bijak? Haha,”kata Dila mulai bercanda. “ah kamu Dil, kita lagi serius juga masih aja sempet-sempetnya bercanda”,jawabku sinis. “ya biar ga terlalu serius La. Take it easy bukan? Hhaha,”Dila tertawa dengan puasnya. “terimakasih Tuhan Kau kembalikan temanku yang dulu,”aku bersyukur pada Tuhan. “ah Nazla, aku jadi sedih nih. Terimakasih juga Tuhan Kau berikan makhluk yang nyebelin kayak Nazla,”ucapnya masih dengan candanya. “eh eh eh, ga ke balik tuh kan kamu Dil yang super duper nyebeliiiiiiiiin,”balasku tak mau kalah. kami hanyut dalam suasana dan tak di sadari kami berpelukan dan sedikit menitikkan airmata. Inilah persahabatan. Selalu melengkapi bukan untuk mencari kesempurnaan.

*insya Allah bersambung
oleh : imar
#persembahan untuk orang-orang di sekitarku yang amat berharga

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل

    BalasHapus